#Tugas KWH
A.
Pengertian
Otonomi Daerah
Istilah
otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang
berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan
sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu
Suryaninrat; 1985).
Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun
2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. .
Maka, otonomi
daerah adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Terdapat dua nilai dasar yang
dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
- Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
- Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Atas
dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
- Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
- Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
- Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
Aturan Perundang-undangan
Beberapa aturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
- Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
- Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
- Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
- Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
- Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
B.
Prinsip
dan Tujuan Otonomi Daerah
Daerah
otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan yang dikenal
dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan
demikian jenjang daerah otonom ada dua bagian, walau titik berat pelaksanaan
otonomi daerah dilimpahkan pada pemerintah kabupaten/kota. Adapun daerah
provinsi, berotonomi secara terbatas yakni menyangkut koordinasi antar/lintas
kabupaten/kota, serta kewenangan pusat yang dilimpahkan pada provinsi, dan
kewenangan kabupaten/kota yang belum mampu dilaksanakan maka diambil alih oleh
provinsi.
Secara konsepsional, jika dicermati
berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dengan tidak adanya perubahan
struktur daerah otonom, maka memang masih lebih banyak ingin mengatur
pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Disisi lain, pemerintah
kabupaten/kota yang daerah otonomnya terbentuk hanya berdasarkan kesejahteraan
pemerintahan, maka akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan
bertanggungjawab di masa mendatang.
Dalam diktum menimbang huruf (b)
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan
otonomi daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip
demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta
mempertimbangkan potensi dan keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah dalam Undang-Undang
Nomor 22 tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah
untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan
kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan-kewenangan bidang
lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu,
keleluasaan otonomi maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyelenggaraannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi.
Dalam penjelesan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah
keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang
tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan
berkembang di daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung
jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi
pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang
harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta
pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam
rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar pemikiran di atas¸ maka
prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun
1999 adalah sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan
dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan
keanekaragaman daerah yang terbatas.
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada
otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
c. Pelaksanaan
otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah
kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
d. Pelaksanaan
otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga tetap terjalin
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
e. Pelaksanaan
otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan
karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi wilayah
administrasi.
f. Pelaksanaan
otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas
penyelenggaraan pemerintah daerah.
g. Pelaksanaan
azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai
wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wakil daerah.
h. Pelaksanaan
azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah,
tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.
Adapun
tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan
dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman (1987) mengemukakan
bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :
a. Mengemukakan
kesadaran bernegara/berpemerintah yang mendalam kepada rakyat diseluruh tanah
air Indonesia.
b. Melancarkan
penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutama dalam bidang perekonomian.
C.
Latar
Belakang Otonomo Daerah secara Internal dan Ekstenal
Latar belakang
otonomi daerah secara
internal:
·
Adanya
tuntutan atas buruknya pelaksanaan mesin pemerintahan yang dilaksanakan secara
sentralistik.
·
Terdapat
kesenjangan dan ketimpangan yang cukup besar antara pembangunan yang terjadi di
daerah dengan pembangunan yang dilaksanakan di kota-kota besar, khususnya
Ibukota Jakarta. Mengakibatkan meningkatkan arus urbanisasi yang di kemudian
hari justru telah melahirkan sejumlah masalah termasuk tingginya angka kriminalitas
dan sulitnya penataan kota di daerah Ibukota.
Latar
belangkang secara eksternal :
·
adanya
keinginan modal asing untuk menginvestasinya di Indonesia.
·
terjadinya
perubahan dalam sistem pemerintahan yang sarat dengan KKN menjadi pemerintahan
yang bersih dan pada gilirannya akan lebih terbuka terhadap investasi asing.
D.
Pelaksanaan
otonomi Daerah di Indonesia dan Implikasinya
Sejak
diberkalakukan secara efektif pada 1 januari 2001, UU otonomi daerah telah
membawa berbagai perubahan penting dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Perubahan
itu dapat dilihat pada aspek berikut :
1. Transfer
ke Daerah
Pelaksanaan desentralisasi
fiskal di Indonesia ditandai dengan proses pengalihan sumber keuangan ke daerah
dalam jumlah yang sangan signifikan. Dengan demikian setiap daerah dapat
memaksimalkan kerja mereka dan tepat sasaran pada hal yang di butuhkan pada
daerah tersebut.
2. Pembentukan
Daerah Baru
Selain transfer ke daerah
yang mengalami pelonjakan drastis, desentralisasi ini juga diwarnai oleh
maraknya pembentukan daerah baru. Baik di daerah kota ataupun daerah kabupaten.
Jika pada tahun 1998 jumlah provinsi di Indonesia berjumlah 27 provinsi, maka
tahun 2006 bertambah menjadi 33 provinsi meningkat 22,2%.
3. Kinerja
Perekonomian Daerah
Hasil studi Bappenas dan
UNDP (2007) mengidentifikasikan bahwa perekonomian daerah otonom lebih renda di
bandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di daerah induk. Sementara pertumbuhan
ekonomi di daerah baru lebih berfluktuasi. Fluktuasi tersebut disebabkan oleh
dominannya sektor pertanian sebagai komponen terbesar dalam pertumbuhan daerah
otonom daerah baru.
4. Pelayanan
Publik
Ada beberapa alasan yang
menjadi penyebab belum optimalnya pelayanan publik di daerah baru :
Ø Tidak
efektifnya penggunaan dana
Ø Tidak
tersedianya tenaga layanan publik
Ø Belum
optimalnya pemanfaatan pelayanan publik
DAFTAR PUSTAKA
http://otonomidaerah.com/latar-belakang-otonomi-daerah.html
http://silahkanngintip.blogspot.com/2011/02/pengertian-prinsip-dan-tujuan-otonomi.html
Fifi Rizky Awaliyah
Masterpiece
FE.AK Universitas Pancasila
1212215086
Fifi Rizky Awaliyah
Masterpiece
FE.AK Universitas Pancasila
1212215086
No comments:
Post a Comment