Monday 13 December 2021

SELINGKUH, SEBAB ATAU AKIBAT??

 Fenomena perselingkuhan lagi marak2nya yah. Kek meninggalkan yg baik buat yg menarik itu lg hype abis. 

Udah gitu semalem gue baru aja nemu bukti kalau cantik hasil filter itu nyata. 

Sumpah.

Innalillahi wa inna ilaihi rojiun

Akhiruz zaman.

Belum lama ada laki yg share soal perselingkuhan gue.

Gue bilang "hubungan gue selesai karena perselingkuhan" 

Tapi dy bilang...

"Bener fi, akibat dari hubungan yg ga kamu sadari udah rusak, dia selingkuh" 

"Ah, maksudnya gmn mas?"

"Selingkuh itu apa sih kamu harus pahami dulu, selingkuh itu adalah hal yang terjadi karena ekslusifitas"

"Cinta itu adalah hasil investasi, mungkin, yg tadinya diawal dia banyak ngobrol sama kamu banyak bercanda sama kamu jadi berkurang, Canda nya tawa nya itu berkurang yg seharusnya itu duberikan ke kamu jd dia becanda ke org lain" lanjutnya. 


Aku makin antusias

"Ada investasi bocor disitu yg seharusnya buat kamu malah dikasih ke orang" 

"Ini aku ga judge kamu yg salah ya fi, Tp yg bocor itulah yg salah" 

"Lalu kalau ada investasi yg bocor kita harus gmn mas ?" tanya ku penasaran.

"komunikasi. Karena Dia ga mampu menjaga komunikasi nya sama kamu, kalo ada yg ga disuka/bosen/apa dia ngomong hrsnya sama kamu bukan bocor curhat ke cewe lain" 

"Krna bocor nya itulah timbul ekslusifitas tsb yg kamu kenal dng nama selingkuh"

"Jd itu bener selingkuh itu akibat bukan sebab, tanpa kamu sadari hubungan kalian sbnrnya sdh rusak jauh sblm itu" 

Iyah juga sih, relate sama omongan nyokap kalau mau hubungan langgeng jangan curhat ke siapapun soal masalah sama pasangan.

Dan si mas menjelaskan dengan lebih detail alasannya. 

Gila sih ilmu semua kalau ngobrol sama si mas. Berasa lalai bgt jadi diri, selama ini ngapain aja woy banyak hal yg lu gatau. Huhu 

Udah gitu kek yg kita tau, perempuan kek ajg itu real

Suka memanfaatkan hubungan yg lagi renggang. 

Bilangnya g godain, g minta2, tapi diperhatiin dy perhatiin balik, dikasi barang nerima2 aja. 

Pas ditanya, dy bilang dy yg ngejar. 

Gini ya say, 

Jan kegeeran dulu lu 

G mikir baru kenal aja udah diboongin.


Terus bilang "tamu g akan bisa masuk kalau tuan rumah g buka pintu" 

Ngaca ! Lu itu MALING bukan tamu. 

Dan sejak kapan ada maling yg nunggu dibukain pintu baru masuk? 

Wkwkwk. 

Canda maling





















Wednesday 8 December 2021

Gak tau lagi harus gimana . .

Gak tau kenapa apa yang terjadi sama diri gue, entah kenapa kek swing mood banget. Bentar-bentar nangis, bentar-bentar ketawa, terus galak dan marah-marah, terus nangis lagi dan ketawa lagi. wkwkwk gila gak sih gue? 

yang gue pikirin saat gue nangis itu, entah kenapa gue ngerasa sendirian, sesendiri itu dan sangat kesepian. gak tau gue harus cerita ke siapa, gak tau gue harus ngapain atau kemana. kek dunia tuh gak menginginkan gue, kelahiran gue aja udah sebuah kesalahan jadi gak heran kalau apa yang pikirin, ungkapin, lakuin semuanya salah. anjir gak guna jadi manusia. mati aja mati aja mati aja... Pacar khianatin gue, temen nusuk gue dari belakang, orang tua marah-marah mulu, ngomel, gak solutif, adek cuek, so gue bener2 sendirian. Gue pikir gue diselingkuhin karena gue jelek, gak heran gak ada yang mau sama gue, tapi ternyata selingkuhannya lebih jelek dari gue. anjrot. maksud gue ko sampe hati sih lu nikung pasangan orang, laki2 yang udah punya pasangan, yang namanya hubungan kan gak selalu berjalan lancar. udah pasti ada masa2 dimana bosen, dan hubungan mulai renggang. lah tuh bajingan malah di sambut. dan saling sambut. jadi berasa gak berati, gak ada harganya aja gue diselingkuhin ama perempuan macem begitu. 

yang gue pikirin saat galak, gampang marah itu karena gue ngerasa kecewa ama sekeliling yah betul gue egois. tapi please diantara semua kondisi gue kadang gue jg mau dingertiin dan didengar. karena selama ini gue selalu pendem, bahkan nyaris gak pernah ngutarain apa yang gue mau. 

ketawa karena gue ngerasa dipermainkan keadaan, kadang ada harapan tapi gak lama gue terjatuh karena mulai berharap, kek gitu aja terus,. Ekspektasi orang-orang yang bilang gue perawan tua. Harusnya udah punya banyak anak lah ini lah itu lah, whatever. fuck lah

Gue nyaris gak pernah mendapatkan apa yang gue mau secara cuma-cuma, harus jungkir balik dulu itu masih 20% gue bisa dapet. 

Gue pengen punya anak, pengen rasanya nimang2 bayik. 

Iyah, terus gue heran ya sama orang yang seenak jidatnya ngejeplak "Kapan nikah?"

Shaaay emang enak banget single???? sendirian kesana kesini, urus semuanya sendiri, gak ada temen diskusi, gak ada yang bisa dipercaya? bahkan enak banget emang nahan syahwat yang emang seharusnya disalurkan. gue pun ngerasain ini baru diusia yang segini. dulu mah aman2 aja

gila kali, kalau lu gak liat seberapa berat gue berjuang, dan seberapa besar pengorbanan gue buat dapetin apa yang gue mau/ JANGAN SOK JUDGE. GUE UDAH COBA SEKERAS ITU tapi belum dapet jugak. malah ujungnya kena tipu lah, sakit hati lagi lah gue. suck

Gimana coba? apa coba gunanya gue hidup?

Punya temen, topeng semua isinya. 

kita gak pernah tau apakah mereka beneran care, atau cuma pengen tau buat bahan gibahan. belum lagi ada yang halu setengah mampus. bohong sana sini. ya ampuuuuuuuun

Beneran deh ya Allah, tolong jangan buat hidup hamba ini jadi komedi banget ya Allah 

Hamba gak mau hidup di dunia ini sendiran 

Hamba mohon ya Allah


Monday 6 September 2021

UU ITE: Pasal-pasal dan Mereka yang Terjerat

 

UU ITE: Pasal-pasal dan Mereka yang Terjerat

uu ite

Dewasa ini, terdapat beberapa hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan suatu individu dalam masyarakat. Salah satu dari beberapa hal tersebut adalah teknologi informasi. Teknologi informasi atau yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai information technology adalah istilah umum untuk teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan, dan/atau menyebarkan informasi. 

Individu-individu yang hidup di masyarakat pada umumnya sangat dependen pada teknologi informasi dalam kesehariannya.  Sebagai contoh, tidak banyak orang yang dapat melalui kesehariannya tanpa memegang ponsel. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi  informasi sudah menjadi suatu hal yang vital dalam kehidupan manusia. 

Semakin besar pengaruh teknologi informasi dalam kehidupan manusia, maka semakin besar pula risiko teknologi informasi untuk disalahgunakan. Pada realitanya, banyak hal buruk yang dapat terjadi melalui teknologi informasi.  Oleh karena itu, pemerintah merasa bahwa teknologi informasi tidak hanya perlu diperhatikan, tetapi juga perlu diatur dalam hukum. 

Pada saat ini, salah satu instrumen hukum yang mengatur teknologi informasi adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).

 

PENGERTIAN UU ITE

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan Undang-undang yang mengatur tentang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik. Informasi Elektronik diartikan sebagai satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail/e-mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Sedangkan Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

 

PASAL-PASAL DALAM UU ITE

Keberadaan UU ITE ini memang diperlukan dalam kehidupan manusia, terlebih lagi dengan adanya perkembangan zaman yang cukup pesat. Namun dengan segala fungsi dan tujuan diundangkannya UU ITE, masih terdapat persoalan-persoalan dalam isinya. Sejak UU ITE disahkan, kasus – kasus pidana penghinaan yang melibatkan pengguna internet di Indonesia mulai naik secara signifikan. 

Persoalannya, Indonesia memiliki kondisi geografis yang menjadi tantangan tersendiri untuk meningkatkan akses keadilan terhadap para tersangka/terdakwa. Selain persoalan kondisi geografis tersebut ketersediaan advokat/pengacara yang memahami persoalan – persoalan internet juga tidak cukup banyak khususnya pengacara yang memberikan nuansa hak asasi manusia dalam kasus – kasus pidana tersebut. 

 

Baca Juga:Pengertian dan Tujuan Cyber Law di Indonesia

 

Berdasarkan laporan dari Institute for Criminal Justice Reform, terdapat problematika pada Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (1) UU ITE, karena sejumlah istilah dalam pasal tersebut, seperti mendistribusikan dan transmisi, merupakan istilah teknis yang dalam praktiknya tidak sama di dunia teknologi informasi dan dunia nyata. Model rumusan delik dalam Pasal 27 ayat (3) ko. Pasal 45 ayat (1) UU ITE membawa konsekuensi tersendiri karena pada praktiknya pun Pengadilan memutuskan secara berbeda-beda terhadap rumusan delik tersebut.

Berdasarkan paparan dari Southeast Asia Freedom of Expression Network, beberapa persoalan terhadap UU ITE adalah Pasal 27 hingga Pasal 29 UU ITE dalam bab Kejahatan Siber, dan juga Pasal 26, Pasal 36, Pasal 40, dan Pasal 45. Persoalan yang terdapat di antaranya adalah mengenai penafsiran hukum, dimana rumusan pasal-pasal dalam UU ITE tersebut tidak ketat (karet) dan tidak tepat serta menimbulkan ketidakpastian hukum (multitafsir). 

Selain itu, pada penerapannya, kurangnya pemahaman Aparat Penegak Hukum di lapangan. Yang terakhir adalah dampak sosial yang ditimbulkan, dimana pasal-pasal tersebut dapat menimbulkan konsekuensi negatif seperti ajang balas dendam, barter kasus, serta menjadi alat shock therapy dan memberi chilling effect.

CONTOH KASUS UU ITE

Berdasarkan contoh kasus yang terjadi belum lama ini yang dikutip dari laman berita TEMPO.CO, seorang musisi Indonesia yaitu Ahmad Dhani terjerat Pasal 27 ayat 3 jo. Pasal 45 ayat 3 UU ITE dengan dugaan pencemaran nama baik, di mana terdakwa membuat konten video yang berisi kata “idiot” yang dianggap melecehkan nama baik peserta demo di luar hotel tempat terdakwa menginap.

 

Baca Juga: Cara Mengurus Hak Cipta Secara Online

 

Apabila melihat dari kasus tersebut, terdakwa dapat dipidana jika memenuhi unsur yang ada dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, di mana pengertian dari pencemaran nama baik merujuk pada pasal- pasal mengenai penghinaan yang diatur dalam KUHP. Dalam membuktikan apakah adanya penghinaan atau pencemaran nama baik, konten dan konteks dari suatu informasi dianggap penting untuk ditelaah dan penilaiannya bersifat subjektif karena hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. 

Artinya, target sasaran dari konten itulah yang menjadi korban dan hanya korban yang dapat menilai apakah konten tersebut mengandung unsur penyerangan terhadap kehormatannya. Sedangkan secara konteks, dapat dinilai secara objektif melalui maksud dan tujuan pelaku atas pembuatan dan penyebarluasan konten tersebut. 

Atas pernyataannya, kelompok yang menamakan Koalisi Bela NKRI melaporkan Dhani ke Polda Jawa Timur pada 30 Agustus 2018. Kelompok itu merasa Dhani melakukan pencemaran nama baik. Karena kasus inilah Ahmad Dhani dikenakan tuduhan atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang merujuk pada Pasal 311 KUHP, yang dimaksud menyebarkan tuduhan pencemaran nama baik adalah menuduhkan suatu perbuatan bukan penghinaan.

Salah satu contoh lainnya adalah Buni Yani sehubungan dengan penyebaran video pidato Basuki Tjahaja Purnama (“BTP”) ketika masih menjabat sebagai Gubernur DKI pada tahun 2016. Berdasarkan laman berita nasional.kompas.com, Buni Yani diduga mengedit video BTP ketika sedang berpidato, dimana pidato tersebut menggunakan salah satu ayat Surat Al Maidah. Video tersebut diduga diedit sehingga dianggap memiliki makna berbeda, meskipun Buni Yani membantah melakukan hal tersebut.  

Perbuatan Buni Yani tersebut dinilai memenuhi unsur Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE dengan melakukan ujaran kebencian dan mengedit isi video pidato BTP.  Atas perbuatannya tersebut, Buni Yani divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara 1,5 tahun oleh Pengadilan Negeri Bandung.

Saturday 14 August 2021

Toxiq Relationship

 (Cinta itu gak sakit, kalau yang lu rasa sakit itu bukan cinta namanya) 

Teruntuk kamu wanita hebat kesayangan ku, Kamu kuat, kamu sudah melakukan yang terbaik, ini bukan salah kamu. Semua ini terjadi karena Allah tau bahwa kamu mampu, kamu layak dan kamu bisa melewatinya. Yang harus kamu lakukan saat ini adalah jangan menyerah. Jangan menyerah dengan diri mu sendiri. Kegagalan yang sesungguhnya adalah ketika kamu sudah berhenti mencoba. 

Aku tau betapa tulus cinta mu, aku tau bahwa tak ada maksud lain selain memudahkan segala rintangan untuk segera tercapainya "kita", karena Allah tau kamu terlalu baik, terlalu tulus untuk seorang pengkhianat Allah beri kamu luka. Bukan tidak ada obatnya, kamu hanya perlu sabar. bertahan, jangan menyerah dan terus mencoba. Allah akan menyembuhkan luka mu. dan menggantikan apa yang telah pergi dengan yang lebih baik dan layak menerima cinta dan ketulusan kamu. 

Jangan sesalkan kepergiannya, jangan sesalkan waktu yang telah terbuang. Demi masa.. 





Friday 6 August 2021

Pelatihan Brevet AB - July 2021 s.d Nov 2021 by IAI

Bismillah, ini cuma catetan pribadi gue ikut training.

Mentor : Bapak Lelly Haryanto/085739***073 (open diskusi soal pajak)

Materi : Pengantar hukum Pajak

Hukum Pajak (Hukum Fiskal) adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali ke masyarakat melalui kas negara. 

menurut UU No.28 Tahun 2007 std UU No.16 tahun 2009 - Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Fungsi Pajak : Fungsi penerimaan, sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pengeluaran negara. Fungsi Mengatur (Regulator) yaitu mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. contoh : dikenakan tarid yang lebih besar untuk barang mewah. fungsi redistribusi yaitu adanya penekanan untuk pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. fungsi demokrasi yaitu wujud sistem gotongroyong.

yurisdiksi adalah ruang lingkup pengunaan wewenang untuk memungut pajak pada warga negaranya maupun wni atau wna yang bertempat tinggal di indonesia.

asas yurisdiksi : Asas sumber (negara berhak mengenakan pajak atas obajek pajak yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. Asas domisili  (negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak apabila wajib pajak tersebut berdomisili di indonesia. 

Asas pemungutan pajak menurut adam smith

Pertanyaan gue : Pak siapa sih Adam Smith ko bisa asas-asasnya masuk ke materi perpajakan? - dijawab pengamat perpajakan bisa di cari sendiri di internet wkwkwkwk dan gue cari katanya google adam smith adalah seorang filsuf berkebangsaan Skotlandia yang menjadi pelopor ilmu ekonomi modern. 

macam-macam pajak : Pajak Langsung (PPh dan PBB) dan Pajak Tidak Langsung (PPN dan PPnBM)

Bedarsarkan objeknya : Pajak Subjektif (dengan memperhatikan subjek pajaknya terlebih dahulu Contoh: PPh) dan Pajak Objektif (Kewajiban perpajakan tidak dipengaruhi oleh kondidi subjek pajak contoh : PPN, PBB, PPnBM)

Berdasarkan lembaga yang berwenang memungutnya : Pajak Pusat (PPh, PPn, PPnBM, Bea materai, PBB) dan Pajak Daerah (pajak hotel, pajak hiburan, Pajak restoran)

Sistem pe


Friday 30 July 2021

Interview Vania Christine Gultom - Cewek Paling Bar-bar yang pernah gue kenal

 Assalamualaikum..

Malam ini gue ditemenin temen gue yang paling bar-bar, yang kalau kata gue cara dia penyampaian sayangnya ke orang-orang di sekitar dia cukup berbeda. Dan buat yang kenal dia pasti bilang "wahgelaseeeeeeeh..." 

Percaya atau enggak gue sering banget berantem sama dia, paling sering karena salah paham akan bahasa kita masing-masing. Menurut dia itu baik menurut gue itu ribet. Dan begitu sebaliknya. 

Nah semakin lama gue ngobrol ama dia, ini orang unik dan punya pemikiran yang gue bisa bilang sangat menguntungkan dan no rugi2 club. Gimana kalau kita belajar dia, lumayan kan bisa cuan tiap hari. 

1. Apakah Arti kehidupan buat lu? - cari cuan yang banyak

2. Apasih arti persahabatan buat lu? -Pertemenan itu bagaimana kita bisa membantu temen, semakin kita banyak cuan semakin kita bisa menolong. Semakin kita dewasa semakin kecil circle pertemanan kita makanya harus saling menghargai dan dipertahankan.

3. Apasih arti keluarga buat lu? - Cuan, sudah dua tahun setengah belakangan uang masuk ke gua banyak banget. Karena selama ini gue jauh dari keluarga itu rejeki gua juga semakin sempit dan belakangan setelah gue semakin deket dengan keluarga rezeki gue semakin ngalir deres. lu coba deh.

4. Bagaimana kamu menghasilkan cuan dan membuat cuan itu bercuan? -Yang pasti gue jalanin duit gue, saham di bibit, reksadana, furniture kek gue sewain lagi ke orang lain, buat gue duit itu jangan disimpen tapi buat duit itu kerja buat lu. 

4. Apakah kamu pernah jatuh cinta? -Pernah. 

5. Bagaimana kamu menunjukan rasa cinta? -dengan membuktikannya dengan tindakan. misalnya perhatian kecil yang tulus dan selalu ada buat orang yang kita cinta.

6. Menurut kamu hubungan yang sehat itu seperti apasih? -pacarannya gak lama-lama dan cepet kasih kepastian. jangan banyak-banyak nambah dosa.

7. Sebut satu orang yang pengen lu bahagiain saat ini? - Gak ada, karena orang-orang sekitar gue sudah bahagia dan gue pun sudah bahagia.

Pesan Moral dari vania : Janganlah jadi orang miskin, karena kalau lu miskin itu susah...


wkwkwkwkw.. semoga kita bisa dapat hikmahnya ya.. aamiin

Thursday 8 July 2021

#8. Dia - Penjara Suci

Sebulan kemudian..

Kosong, hanya itu kata yang tepat menggambarkan keadaan ku saat ini. Aku berjalan tanpa tak tau apa yang ku tuju. Aku berlari tanpa tau apa yang harus ku kejar. Aku bersembunyi tanpa tau apa yang ku takuti. Dunia berputar tapi hidup ku tetap datar. Aku terjebak di antara bayang-bayang kegelapan sang malam. Tanpa bulan dan bintang, hanya malam.

Wajah itu, kembali terngiang dalam benak ku. Gerimis yang mulai menyembul di balik jendela tak mampu memudarkan bayangnya. Ku alihkan pandangan ku pada awan mendung yang menggumpal. Pria itu, iya Esa Rajawali. Mengapa aku tak bisa membuang semua ingatan ku tentangnya. Apakah masih kurang rasa sakit yang ku dapat selama setahun di acuhkannya?

Drrtttt...drrrttt.....drrrttttt...

Ponsel ku bergetar, dan entah mengapa jantung ku berdegup kian kencang seiring dengan getarannya. Ku raih ponsel yang berada di saku depan rok ku. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal. Kening ku berkerut, menerka siapa orang yang memiliki nomor misterius ini.

“Kie, gue minta maaf. Meski gue tau semua yang gue lakuin itu nyakitin lu. Tapi, gue yakin lu bakal ngerti dan ngelakuin hal yang sama kalau lu ada di posisi gue. Sekali lagi gue minta maaf”

Deg...Deg...Deg... “dia..” desah hati ku. Betapa aku mengenal gaya ketikannya, betapa aku hapal setiap hurup yang ia pilih untuk menuliskan setiap kata. Apakah dia? tapi apakah mungkin? Pikiran ku semakin menggila. Perlahan ku balas pesan itu, ku gerakan jari jemari ku.

“Esa?” hanya itu kata yang ada dalam benak ku. Tak lama aku sudah mendapat balasan dari pesan yang baru saja ku kirim.

“Iya, sebenarnya ada banyak hal yang ingin gue jelasin. Ada banyak hal yang ingin gue ceritain. Tapi apa daya, gue gak tau keberadaan lu. Please Pe maafin gue”

Deg...Deg...Deg... “Benar, dia..” bukan marah. Tapi aku justru diserang haru karena bahagia, seketika air mata ku terjatuh. Apakah harus selama ini? apakah harus sejauh ini? apakah harus sesakit ini dulu? Tapi mengapa? Apakah benar ia ingin pergi hingga akhirnya memutuskan untuk berdamai dengan ku.

“Lo lagi di Bandara?” tanya ku kemudian. Panik, yah aku panik. Entah hati mengatakan ia akan pergi jauh. Semua itu berkaitan dengan rencananya untuk melanjutkan studi di sebuah universitas ternama di negara dengan gurun pasir terbesar itu. Dia pergi..

“Enggak, sotoynya gak ilang-ilang nih” balasnya dengan memberi emotion tertawa di akhir kalimat. Ku elus dada ku, tenang. Aliran darah yang sempat terhenti, kini mulai mengalir kembali.

“Besok Gue mau ambil ijazah” balas ku.

*****

Saat mentari masih malu-malu memancarkan sinarnya hingga membuat sang langit merona. Aku telah bergegas mengerahkan segenap tenaga untuk menuju kota hujan, Bogor. Masih tebayang kicau burung-burung di halaman rumah ku yang begitu merdu. Hari ini adalah awal dari jutaan hari dengan tantangan baru yang akan ku lalui. Aku tak pernah terbayang akan menjadi seorang mahasiswi. Tanpa seragam, penuh ekspresi dan identik dengan kebebasan. Dulu aku selalu membayangkan seorang mahasiswi itu adalah seorang yang keren dengan tingkat kedewasaan di atas rata-rata. Tapi aku? Rasanya kadar kelabilan ku tak pula minggat hingga saat ini. Saat di mana aku kembali menginjakan kedua kaki ku dalam penjara suci yang selama tiga tahun menjadi rumah bagi ku.

Sunyi menyambut kedatangan ku. Hanya burung pipit yang sesekali melintasi pandangan ku. Tak lama aku menyusuri jalan yang mulai tertumpuk oleh dedaunan yang gugur.  Ina sudah datang dan menghampiri ku.

“Ukhti..” panggil ku sambil berlari kecil. Dua orang ini memang istimewa, tak salah bila penjara suci ini memilih mereka untuk mengabdi dan mengamalkan ilmu yang mereka miliki. Tak terbayang bila aku, apa yang akan ku ajarkan? Cara terbaik untuk kabur kah? Atau seribu satu alasan untuk membolos sekolah? Yang pasti penjara suci ini memang cukup cerdas dengan tidak memilih orang seperti ku.

“Jadi lo mau kuliyah di mana?” Tanya Ina kemudian.

“Entahlah..” Jawab ku lemas. Aku memang tak mempunyai rencana apapun. Setelah kegagalan pertama dan terbesar yang pernah ku alami dalam hidup. Yah, gagal dalam ujian SNMPTN. Aku sama sekali tak mempunyai rencana bagaimana akan ku ukir sejarah ku. Aku sudah terlanjur over bergairah untuk kuliyah di universitas negeri. Walau ku tahu, kualitas lembaga pendidikan itu tidak di tentukan dari status swasta atau negerinya. Melainkan dari tingkatan akreditasinya. Ku pikir yang membedakan antara universitas negeri dan universitas swasta hanyalah subsidi. Jadi untuk mereka yang kuliyah di universitas swasta harus bersiap-siap merogoh kocek lebih dalam.

Setelah terlibat dalam perbincangan yang cukup berlibat dan panjang. Kami memutuskan untuk menuju bagian pengajaran dan menuntaskan misi ku. Mengambil ijazah negeri agar dapat melanjutkan studi.

Diam-diam hati ku mulai gelisah. Kembali teringat pesan terakhir yang ku kirim. aku sendiri tak mengerti mengapa aku membalasnya dengan kalimat seperti ini. Seolah memberi tahu keberadaan ku esok hari, dan berharap ia akan datang menemui ku. Ah, tapi pria itu adalah laki-laki sejati dengan ketidakpekaannya. Segala hal yang ku harapkan dari sebaris kalimat itu, mempunyai potensi sangat besar untuk tidak terjadi.

Perlahan kecewa mulai merajai hati ku. Dan aku berusaha membunuh virus kecewa itu. Bagaimana pun kecewa adalah pintu gerbang kesedihan yang menyakitkan. Dan aku tak mau terkurung di dalamnya. Sebelum virus itu menyebar dan menularkan dampak negatif, aku harus sudah membunuhnya.

“Lo kenapa Ki?” Tanya Ina menyadari gurat wajah ku yang mulai murung. Dan aku hanya membalasnya dengan senyuman yang masih terkurung sepi. Tak ingin merusak suasana lebih dalam lagi. Ku putuskan untuk pulang. Setelah berpamitan dengan semua para petinggi penjara suci ini. Kembali ku langkahkan kaki ku melewati pintu gerbang yang menjulang tinggi ini sekali lagi.

*****

Dedaunan kembali berjatuhan seiring dengan hembusan angin. Bagai gerimis, daun yang berguguran ini menghipnotis ku. Berirama dengan segala asa yang pula tenggelam. Aku meringis, tak pernah merasa sakit seperti ini. Meski pria itu sudah mencairkan kebekuan di antara kami. Tapi, aku masih merasa kehilangan. Kehilangan yang begitu dalam. persahabatan.

Tiba-tiba langkah ku terhenti, mengembalikan kesadaran ku akan nyata. Sejenak aku terdiam, menghapus butiran air mata yang membasahi pipi ku. Siapa pun yang menarik lengan ku saat ini. Tidak boleh melihat ku dalam keadaan lemah. Karena aku adalah seorang wanita pejuang yang tangguh.

“Ukhti..” panggil orang itu. Aku tercekat, memaku dengan darah yang berdesir kian deras. Suara itu, masih berusaha setenang mungkin.

“Ya...Esa..” aku tak percaya, pria itu tengah berdiri di belakang ku. Angin kembali berhembus memecah kesunyian di antara kami.

“Mau kemana?” tanyanya lagi. Aku masih terdiam, tak percaya. Semua ini bagaikan mimpi. “Ukhti?” tegurnya menuntut sebuah jawaban.

“Pu...pulang” jawab ku terbata.

“Bisa ngomong sebentar?” belum sempat aku menjawab. Ia sudah menarik ku menuju teras masjid penjara suci ini. Aku merasa ia memperhatikan sikap aneh ku yang masih berusaha menetralisir kegugupan ku.

“Ukhti..”

“...”

“Lo tau gak kenapa Gue jadian sama Listy?” tanyanya kemudian. What? Listy? Jadi ia menyeret ku hanya untuk membicarakan gadis itu. “oh em ji !!!”

“Enggak” jawab ku singkat.

“Lo tau gak kenapa Gue putus sama dia?” tanyanya lagi.

“Putus?”

“Iya, Gue udah putus”

“Kenapa?”

“Jangan jawab pertanyaan dengan pertanyaan”

“Heuhh.. enggak tau juga” jawab ku kesal. Sama sekali tak berubah. Dia tetap pria yang egois.

“Itu semua karena ukhti...”

“Apa? ane?” aku terkejut. Bagaimana mungkin rasa sakit ku dijadikan alasan.

“Iya, inget tempo hari pernah minta Gue jadian lagi sama dia?”

“Ya,” jawab ku setelah beberapa saat mendobrak memori ku tentang hari itu.

“Gue jadian karena Gue pikir lebih baik dicuekin sama Gue dari pada dicuekin sama Listy yang setiap hari ketemu sama ukhti. Dan Gue putus karena Gue sadar sahabat lebih penting dari segala-galanya. Terlebih kita udah lulus, jadi ukhti gak akan dijutekin sama dia lagi” jelasnya. Pandangannya tertunduk, menatap tanah di antara kedua kakinya.

“Sahabat” desah ku. Haru kembali menyelubungi hati ku. Akrabnya persahabatan tidak diukur dengan lamanya perkenalan. Iya menatap ku, dan aku membalasnya dengan seulas senyum termanis yang ku miliki.

 

THE END

 

 

 

           



[1] Kami habis makan pak

[2] Dari toilet pak

[3] Dari kamar pak

[4] Mana Kia Mutaakhiroh (Mutaakhiroh = paling akhir/telat)

[5] Saya Pak

[6] Kelas dua MAPK paling akhir (jamak = lebih dari dua”

#7. Perpisahan - Penjara Suci

Sepuluh orang, hanya sepuluh orang yang tersisa dari sekian banyak siswa dalam kelas ini. Tiga tahun hidup berdampingan dengan rasa rindu. Fadil dan Wahyo seolah menjadi dua orang primadona yang dikelilingi delapan bidadari cantik. Hanya mereka yang tersisa mewakili kaum laki-laki di kelas ku. Aku teringat bagaimana kami menjadwal ketidakhadiran secara teratur dalam satu minggu. Bagaimana kami bertarung melawan waktu untuk bisa hadir tepat waktu dalam kelas Ustad Syahidin. Pernah suatu ketika, saat kami sedang asyik menyantap makanan di depan kamar ku. Kami tak menyadari betapa waktu telah berlalu begitu cepat. Hingga membuat kami kocar-kacir untuk segera tiba dalam kelas. Dan sayangnya pintu kelas sudah tertutup, hanya ada Ustad Syahidin dan dua orang primadona kelas di dalam sana. Kami hanya terdiam, memasang wajah memelas agar Ustad Syahidin mengizinkan kami masuk. Dan benar saja, tak lama Ustad Syahidin membukakan pintu. Wajah sangarnya menatap kami satu persatu.

“Min aina antunna?” tanyanya dengan suara menggelegar.

“.............”

“Ba’da na-kul ustad[1]” ucap Diana.

“Min hammam ustad[2]” susul Fatimah.

“Min hujroh ustad[3]” jelas Eka. Tapi Ustad  Syahidin tak percaya begitu saja, beliau masih menatap kami satu persatu.

“Aina Kia Mutaakhiroh[4]?” tanyanya kembali menggelegar.

“Ana Ustad[5]” jawab ku menyembul dari balik punggung Diana. 

“Faslu salis at-takhosus mutaakhirots[6]” ucapnya geram. Dan setelah itu ia memberikan ceramah yang sangat panjang dan lebar. Intinya tentang kebiasaan buruk ku yang mulai menular dalam kelas ini. Hingga kini kelas ini mendapat gelar “Mutaakhirots”.

Satu persatu ujian telah berlalu dan sampai detik ini pun keacuhan Esa masih belum terpecahkan. Tapi aku tetap semangat, saat-saat yang selalu ku nantikan sudah di depan mata. Yah, tinggal satu atap bersama keluarga sungguh sesuatu yang begitu besar untuk menjadi sebuah pengharapan yang panjang.

Anehnya, semakin detik-detik itu berlalu. Semakin aku resah untuk meninggalkan penjara suci ini. Begitu banyak hal yang telah ku lalui, begitu banyak kenangan yang telah terekam bersama teman-teman ku di angkatan dua puluh dua. Dan sungguh semua ini pilihan yang begitu sulit. Senang karena segera berkumpul dengan keluarga tapi sedih harus berpisah dengan angkatan dua puluh dua. Mengapa senang dan sedih itu selalu datang bersamaan?

Aku kembali teringat saat-saat kami melewati ujian itu. Yah, terlebih Esa Rajawali. Entah kebetulan atau takdir yang selalu menempatkan kami dalam kelompok yang sama. Meski masih dibalut kebisuan tapi aku bisa melewati ujian itu dengan baik. Masih berbalut sepi, tapi kami tetap tim yang solid. Akupun tak peduli betapa kebisuan ini menjadi belenggu yang abadi.

*****

Tepat setelah penampilan persembahan terkahir, angkatan ke dua puluh dua berkumpul dalam aula besar. Kami membentuk sebuah lingkaran besar. Tak lama kemudian, Aziz mantan ketua hisada mulai angkat bicara. Kalimat demi kalimat yang dilontarkannya memeras air mata ku.  Setelah malam ini berlalu, hanya gurat setiap gambar dalam album photo yang mampu menghilangkan rasa rindu di hati ku. Dunia baru sudah menantidi luar sana. Lembaran baru  menunggu untuk ditorehkan tinta oleh sang pena dan kita, manusia adalah penulisnya.

Penuh haru, kami saling berpamitan meminta maaf dan segala hal yang akan membuat hati kami tenang.  Ku tatap wajah mereka satu persatu. Wajah yang mulai basah oleh derasnya linangan air mata. Pertemuan ini diakhiri dengan sungkeman dan saling meminta maaf satu sama lain. Kami santri kelas akhir putri berdiri memanjang sementara santri kelas akhir putra mulai berjalan menghampiri kami untuk halal bi halal. Satu persatu kecuali satu, yah lagi dan lagi Esa Rajawali mengacuhkan ku. Ia melewati ku begitu saja tanpa menoleh sedikit pun.

“Kie..” Ku palingkan wajah ku pada sumber suara yang memanggil nama ku.  Ku dapati Listy  tengah mematung di hadapan ku, matanya sembab. Setelah beberapa detik berlalu, Ia memeluk ku. Haru. Sejenak aku terhipnotis oleh erat pelukannya, ku tenggelamkan kesadaran ku padanya.

“Maafin Gue Kie..” ucapnya lirih. Tapi aku tak menjawab, aku tak mampu menjawab dengan rangkaian kata sementara hati dan pikiran ku terpaut pada perpisahan ini.

“Gue udah hajat sama anti, jutek dan suka marah gak jelas sama anti” ucapnya lagi.

“.........”

“Kita sama-sama terlalu sibuk sama perasaan sendiri” ucap ku kemudian masih dalam pelukannya. Perlahan ku sadari punggung ku mulai basah. Dan begitupun dengan ku yang tak berhasil membendung air mata ini.

“Andai waktu bisa diulang”

“Yang penting itu sekarang dan kedepannya Lis, yang lama lupain ajah. Oke?” ucap ku sembari melepas pelukannya. Sungguh aku tak pernah merasa takut kehilangan sedalam ini. Meski semua ini bukanlah akhir, tapi untuk memulai sesuatu yang baru sendirian itu bukan hal yang mudah.

*****

            Tepat pukul lima pagi, seusai sholat subuh bersama. Kami, santri putri kelas akhir sudah disibukan dengan berbagai rutinitas. Mempersiapkan diri untuk acara wisuda yang hanya terpaut dalam ratusan menit. Aku sendiri masih terpaku di depan lemari sambil mencermati apakah ada hal yang terlewat untuk hal besar yang tengah menunggu ku. Mulai dari kebaya, sepatu, kerudung, make up dan semuanya. Sampai hal-hal kecil seperti bross dan kaus kaki.

Tak ada banyak kata yang keluar dari mulut ku. Aku hanya terdiam dan tersenyum bahagia. Menikmati tiap detik kebersamaan ini. Meski bukan akhir, tapi rasa takut tak dapat berjumpa lagi tak pula minggat dari hati ku. Aku tercekat, dia.  Iya dia Esa Rajawali tiba dengan setelan jasnya. Ia menatap ku, membuat ku gugup. Perlahan ia berjalan menghampiri ku. Aku semakin tak karuan, setelah satu tahun dalam kebisuan.  Kini ia menghampiri ku dengan seulas senyum manis di wajahnya. Jantung ku berdetak semakin cepat. “Tenang...relax...satu, dua, tiga...” batin ku lirih. “Empat, lima ..”

“Hai...” sapanya. Aku tak menjawab, masih terhipnotis dengan rasa di hati ku. Sibuk menetralisir detak jantung yang tak menentu.

“Hai...” ucap seseorang. Suara itu tepat di belakang ku. Aku tercekat, ia melewati ku begitu saja. Hancur sudah dinding yang ku bangun susah payah untuk menahan linangan air mata ku. Mungkin memang benar pria itu tak pernah menganggap ku teman atau orang terdekatnya. Banyak sekali desas-desus yang mengatakan pria itu pandai mencari keuntungan. Ia akan mendekati setiap hal yang menguntungkan dan menjauhinya bila tak memberinya apa-apa. Tapi siapa peduli, yang aku tahu hanyalah fakta bahwa dia seorang sahabat.

*****

Tak lama acara di mulai. Musik pun mulai mengalun. Semakin melarutkan ku dalam haru.  Sampai aku tersandung sesuatu yang membuat sandal dengan hak tinggi ini terputus. Aku panik, menoleh ke kanan dan kiri. Mencari apapun yang menggambarkan apa yang harus ku lakukan saat ini.

“Ayah..” bisik ku parau. Melihat ayah ku duduk di antara para tamu undangan. Mimpi, iya semua ini bagaikan mimpi. Ayah ku datang ke penjara suci ini untuk menemui ku. Dan ini adalah kali ketiga ayah ku menginjakan kakinya di penjara suci selama tiga tahun perjuangan ku. Wajah sendunya menyejukan hati ku. Betapa aku mencintai ayah ku. Tanpa pikir panjang ku lemparkan sandal hak tinggi ku yang rusak ini ke arahnya. Jadilah aku tak mengenakan alas hanya ditutupi untaian benang putih yang membentuk kaus kaki.

            Musik hantaran pun terhenti, kami duduk pada tempat yang sudah ditentukan. Aku mendapat tempat duduk di barisan paling depan, tepat ke tiga dari kiri. Di hadapan ku terdapat paduan suara yang tengah menyanyikan mars penjara suci ini. Ku luaskan padangan ku, sesak. Ruangan yang dinaungi tenda berukuran besar ini tetap terasa menyesakan bagi ku. Para santri dan tamu undangan semakin menyudutkan ku. Aku gemetar, aku harus mencari lapang. Aku selalu menemukan ketenangan dalam ruang lapang yang penuh dengan udara. Tapi dari sudut aku berdiam tak ada ruang lapang, yang ku lihat hanya ruangan yang dijubali ratusan orang. Mungkin ini lah salah satu derita seorang introfert. Iya, aku adalah seorang introfert sejati. Aku lebih memilih berhadapan dengan sunyi yang dikelilingi banyak udara ketimbang harus berhadapan dengan orang banyak. Dan itu menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar sampai saat ini. Aku berusaha mengurangi kejanggalan ku saat berhubungan dengan orang. Setidaknya tidak harus menyendiri untuk mendapat ketenangan.

 Sambutan demi sambutan telah terlewati. Terlihat biasan cahaya mentari yang menyembul dari celah tenda. Satu persatu nama santri kelas akhir di panggil. Aku semakin gemetar, takut. Entah takut akan apa dan siapa. Yang pasti rasa itu sukses berat memenjarakan keberanian ku di sudut terdalam hati ku.

“Kia Mustopo binti Mastan Muhammad Nur asal Bekasi, dengan yudisium hasan”

“Hasan?” aku tercekat. Menatap kedua kaki ku yang hanya berbalut kaus kaki. “Hasan?” batin ku lirih. Dari tingkatan yudisium yang menggambarkan prestasi itu aku mendapat peringkat ke-4. Atau kedua sebelum peringkat yang paling rendah.

“Kie....” Panggil Habib.

“Kie, cepet maju” Diana mengguncang tubuh ku. Kembali ku angkat wajah ku, semua mata tengah tertuju pada ku. Aku masih terdiam, kenyataan menyudutkan ku. Aku yang begitu lelah menahan rasa sakit dalam penjara suci ini, hanya “hasan?” yang ku dapat. Hasan memang bukan yang terburuk tapi tak pula bisa dikatakan baik. Seketika semua pelanggaran dan kenakalan yang telah ku lakukan berputar-putar dalam benak ku. Dan penyesalah memenuhi rongga hati ku. Dengan mata yang terus berderai, ku langkahkan kaki ku. Menuju podium untuk prosesi wisuda. Masih ku tundukan wajah ku, malu. Terdengar dengar jelas do’a yang dipanjatkan para petinggi penjara suci ini sambil mengusap kepala ku. Hingga akhirnya aku tiba di ujung sisi lain dari podium. Ku tatap para tamu yang juga tengah menatap ku. Ku palingkan mata ku pada sosok Ayah dan Ibu ku yang tengah menantiku. Wajahnya yang letih berbalut rona kebahagiaan itu menyita perhatian ku. Sosok yang teramat banyak berkorban demi hidup ku. Ayah menatap ku, matanya berkaca-kaca. Bahkan ibu ku sudah sibuk dengan tissu untuk mengelap butir air matanya. Lagi dan lagi dada ku terasa sesak. Tapi kali ini bukan karena merindukan ruang lapang. Tapi gejolak dalam hati ku yang ingin segera mencapai ayah dan ibu ku. Segera ku langkahkan kaki ku. Setiap detik yang berlalu tak mampu mengalihkan pandangan ku dari ayah dan ibu. Semakin waktu itu berlalu semakin aku haru. Tak sepatah katapun yang keluar dari mulut ku. Begitu tiba di hadapan ayah dan ibu. Aku segera mencium kedua kaki mereka. Hingga berakhir dalam pelukan hangat ayah dan ibu ku. Awan lihatlah aku, kini aku telah berdiri di atas podium yang dulu sangat mustahil bagi ku. Ini lah bukti bahwa aku bisa. Dia bisa, kau bisa, mereka bisa karena itu aku pun bisa.

*****

Usai wisuda aku masih tak beranjak dari ujung lorong kelas. Semua orang berhilir mudik tak beraturan. Mereka terlihat seperti kumpulan warna yang campur aduk. Sangat jauh dari kata tenang, entah mengapa aku segan melihatnya. Angin kembali menghempaskan selendang yang kini terpaut di antara kedua lengan ku.  Masih di bawah langit yang sama dan gedung yang sama. Tapi, rasa yang bergejolak dalam jiwa ku tak sama seperti saat pertama kali ku injakan tapak kaki ku di penjara suci ini. Hati ku seolah tak rela untuk pergi. Raga ku seolah berteriak agar tak memisahkan ku dengan penjara suci ini. Rasanya air mata pun tak cukup untuk menggambarkan betapa aku tak ingin pergi. Andai setiap kata itu adalah rasa. Mungkin tinta sebanyak air di laut pun masih kurang untuk menuliskannya.

“Kie...!!!” Teriak Diana sambil berlari kecil menghampiri ku. Tak lama Fatimah dan Habibah pun menyembul dari kejauhan. Segera ku hapus air mata ku.

Kami hanya terdiam, saling menundukan pandangan. Aku sendiri tak kuasa mengangkat kepala ku. Karena aku yakin, bila ku tatap wajah mereka bukan hanya air mata yang tak bisa ku kendalikan.

“Dian...Bib.....Timeh...” Ucap ku gemetar. Ku rasakan Diana merangkul punggung ku, begitupun dengan Habibah.

“Kie..” Timeh mulai tergagap. Butir air mata mulai terjatuh dari wajahnya yang masih menunduk. “Gue gak bisa tanpa kalian” ucap ku lagi. Dan benar saja, air mata sudah menari-nari di atas pipi ku.

“Kita gak pisah selamanya ko Ki, kita bisa saling ketemuan” Bibah angkat bicara. “Jangan lupain Dian yah...” Ucap Diana kemudian.

“Iya, jangan lupa untuk saling komunikasi. Kita ini saudara, Selamanya !” Jelas ku. Seketika suasana menjadi hening dalam pelukan hangat. Erat. Kenyataan yang memaksa kami untuk pergi. Hingga akhirnya satu persatu meninggalkan tempat ini. Begitupun dengan ku, ayah dan ibu sudah menantiku untuk pulang.

*****

Waktu seakan berhenti ketika aku berpapasan dengan pria itu tepat di anak tangga terakhir. Lagi dan lagi aku membeku dalam kegugupan ku. Pria itu tengah berjalan berlawanan dengan arah yang ku tuju. Apakah harus berakhir seperti ini? Sepertinya dinding keangkuhan yang mengelilingi hatinya semakin kokoh dan menjulang tinggi. Hingga dengan mudahnya pria itu melewati ku begitu saja. Tapi tidak dengan ku, aku tak bisa pergi dengan luka hati seperti ini. Aku tak bisa menyudahi sesuatu yang belum pernah berakhir. Kali ini aku membiarkan emosi dan kegugupan ku menjadi satu. Aku tak punya cukup waktu untuk melakukannya satu persatu.

Ia menghentikan langkahnya tanpa menoleh. Sunyi tak mau tinggal diam, ia langsung mengambil bagian dalam kebisuan ku dan pria itu. Sementara aku hanya terdiam. Kedua bibir ku seakan terkunci rapat, memenjarakan semua kata yang telah ku rangkai dengan baik. Hingga akhirnya ia kembali melangkahkan kakinya meninggalkan ku. Kali ini baru ku sadari, aku memang tak pernah mengenal pria itu.

Aku yakin waktu tengah tertawa menyaksikan persahabatan telah pergi meninggalkan ku. Kini tak ada lagi yang menghalangi kesedihan untuk tinggal dalam ruang kosong di hati ku.

*****


#6. Jarak Yang Terbentang “LOVE” - Penjara Suci


            “Maaf” ucap Esa datar begitu aku tiba di ujung tangga aula. Ia tak henti menatap ku. Entah mengapa kata maaf tak berarti apapun.

“Gue minta maaf” ucapnya lagi. Ku angkat kepala ku, menatapnya sinis. Masih tak habis pikir bahwa buku harian yang menjadi pemicu bencana itu telah hilang di tangannya. Terlebih saat ku tahu buku itu terkena razia bagian keamanan pusat santri putra. Masih teringat jelas wajah menyebalkan tak bersalahnya ketika ia mengatakan buku harian ku itu sudah tak lagi di tangannya. Masih ku rasakan pula betapa aku takut bila buku itu sampai jatuh ke tangan orang lain. Dan benar saja, buku itu sudah menghilang.

“Asal lo tau, gue lebih ikhlas buku itu lo bakar dari pada lo jaga dan sekarang hilang” ucap ku masih menatapnya sinis. Wajahnya masih terlihat datar dan menatap ku lembut. Oh, Esa Rajawali. Aku sempat bertanya-tanya apa yang tersimpan dalam diri laki-laki itu. Selalu saja emosi ku yang kian membara itu redam ketika aku menatap matanya.

“Gue bakal ambil buku lo  sama Ustad Dasep” ucapnya lagi.

“Tapi itu tak akan merubah apapun” ucap ku. Sudah pasti, nama ku sudah termasuk dalam daftar hitam cacatan bagian keamanan pusat. Tak bisa dielakan lagi semua akan mempengaruhi nilai kelulusan ku nanti. Aku memang tak berharap mendapat nilai sempurna, tapi aku tak mau bila mendapat nilai buruk hanya karena kekonyolan ku sendiri.

“Kita coba ajah dulu, nanti setelah ashar kita ketemu di tangga kamar para ustaducapnya dan berlalu.

*****

Azan ashar telah berkumandang, aku bergegas untuk sholat di masjid. Seperti yang dijanjikan Esa. Ia telah menunggu ku tepat di anak tangga pertama kamar para ustad. Wajahnya muram, memandang sesuatu yang tak terlihat oleh pandangan ku. Ia sama sekali tak bereaksi begitu aku tiba di dekatnya. Ia sedang memikirkan sesuatu pikir ku. Hingga beberapa detik kemudian ku putuskan untuk menghentakan kaki agar ia menyadari kehadiran ku. Ia terkesiap, tampak begitu jelas rona keterkejutan di sana. Aku memandangnya lekat, pria misterius. Entah  mengapa otak ku sibuk mencari semua tumpukan dokumen tentang pria itu. Pria misterius yang membuat ku gerah, kini ada di hadapan ku dengan wajah yang sangat sulit ku artikan.

“Ayo..” ucapnya, memudarkan lamunan ku. Aku mengikuti langkahnya dari belakang. Suaranya berat, sudah jelas ia sedang memikirkan jalan keluar dari sesuatu. Mungkin masalah ini, iya buku harian ku.

Tak lama, anak tangga ini sudah mengantar kami pada sebuah kamar. Esa mengetuk daun pintu beberapa kali dan mengucapkan salam. Namun, hingga salam yang ketiga kali tak pula ada jawaban. Ia memalingkan pandangannya pada ku, kali ini aku yang terkesiap. Matanya mengisyaratkan sesuatu yang begitu pilu.

“Yaudah, mungkin..”

“Gak dikunci, ayo masuk...” Esa memotong ucapan ku dan menarik tangan ku begitu saja.

“Esa...Jangan!!” aku tak kuasa. Ia menarik ku begitu kuat, hingga dengan mudahnya membuat ku terhuyung mengikuti langkahnya.

“Kita gak boleh masuk kesini” ucap ku, menatapnya nanar. Esa tak menghiraukan ku, dan mulai meluaskan pandangannya mencari sesuatu.

“Kalau ketauan bisa bahaya!!!!” ucapku lagi. Esa tetap tak menghiraukan ku, ia hanya mengangkat tangan kirinya ke arah ku. Apa itu isyarat untuk tenang? Ah, menyusup ke kamar ustad yang menjabat sebagai bagian keamanan pusat adalah cara bunuh diri yang paling konyol. Bagaimana aku bisa tenang?

“Gak ada” ucapnya.

“Kita harus cari di tempat lain” ucapnya lagi, sambil mengatur deru nafasnya yang mulai tak karuan.

“Yaudah, sebelum semua tambah buruk kita harus keluar sekarang” ucap ku kemudian, tak berapa lama ia mulai melangkahkan kakinya menuju daun pintu. Tiba-tiba terdengar suara derap langkah dari luar ruangan. Aku gugup, tanpa sadar ku genggam lengan Esa kuat-kuat.

Esa masih terdiam, derap langkah itu semakin mendekat. Tak dapat membayangkan, hukuman apa yang menunggu bila kami tertangkap basah berada dalam ruangan ini.

“Keluar kalau keadaan sudah aman” ucapnya, melepaskan genggaman ku. Ia mulai membuka daun pintu. Begitu bayang-bayang seseorang mulai terlihat dari jendela kaca. Ia mulai melangkahkan kakinya. Aku hanya membisu dalam ketakutan ku. Terlihat oleh ku, ia berbicara dengan seseorang yang masih tak terlihat jelas. Tak lama, mereka mulai berjalan menuruni tangga. Meski aku tak yakin, tapi ku rasa inilah saat yang tepat untuk keluar. 

*****

Esa telah sukses berat membuat ku jengkel. Bagaimana mungkin setelah kejadian  itu ia sama sekali tak menganggap kehadiran ku. Tak menyapa saat berpapasan, tak saling bicara meski kami terlibat dalam kasus penting sekalipun. Buku harian yang telah ia hilangkan pun turut tenggelam bersama sikap acuhnya. Ia adalah satu-satunya laki-laki yang berhasil membuat ku gamang. Awalnya ku pikir ia hanya butuh waktu untuk tak ku ganggu. Atau ia depresi karena tak bisa memenuhi janjinya mengembalikan buku harian ku. Tapi kini? Hari-hari telah berganti menjadi bulan, bulan pertama, kedua dan seterusnya ia telah mengacuhkan ku. Begitukah laki-laki? Memutarbalikan keadaan hingga dengan mudahnya membuat ku merasa bersalah.

Seperti kali ini, ia duduk di depan televisi kantor bagian pengajaran bersama para santri kelas akhir lainnya. Dan tentu saja aku pun berada di sana. Entah mengapa meski aku kesal, hati ku tetap bertanya-tanya mengapa ia mengacuhkan ku sekian lama.

“Biasa aja kali liatnya” ucap Diana mengejutkan ku.

“Apaan sih Dian?” jawab ku malu.  Iya malu, karena aku tertangkap basah tengah melirik Esa. Sungguh jarak yang terbentang saat ini membuatku merasa ada banyak perubahan dalam diri ku. Aku bahkan telah lupa rasanya kesal karena kecerobohannya menghilangkan buku harian ku. Yang ada, kian waktu berlalu semakin aku khawatir. Takut, ia mengacuhkan ku untuk selamanya.

“Esa kan?” hardik Diana menyelidik, ia menatap ku dengan senyuman tersungging yang penuh arti. Sial! Batin ku kesal “Sssst Dian” ucap ku sambil membungkam mulutnya.

“Emang ada apa? Ko kalian gak seakrab dulu?” tanya Diana lagi.

“Emang harus ada alasan?” ku palingkan wajah ku. Menatap kaus kaki hitam yang membungkus kedua kaki ku.

“Ya” jawabnya. Aku tak menjawab masih melihat kedua kaki ku yang terbingkai sandal jepit warna biru. “Heummm...”

“Apa karena Esa jadian lagi sama Listy?” What? Are you serious? Aku tercekat, semua kata yang ingin ku ucapkan tersangkut ditengah kerongkongan ku. Apa karena hal itu?

“Lo gak tau? Oh my God!!  kudet banget sih” Pekik Diana melihat ekspresi bodoh ku. Ia mengambil selembar kertas  di hadapannya dan membentuknya menjadi sebuah pesawat. Tak lama setelah itu ia mengayunkan tangannya seraya melepas pesawat itu ke udara. Pandangan ku tersita oleh pesawat kertas itu. Sampai terjatuh tepat di hadapan Esa. Deg deg deg ... pandangannya bertemu dengan pandangan ku. Tapi ia hanya mengernyitkan alisnya dan kembali berpaling.

“See?” Diana tergelak menyaksikan sikap ku yang kaku. Aku mendengus, melipat kedua tangan ku. Baru ku sadari, dibalik bayang-bayang kursi antara Esa dan Listy ada sebuah kekuatan tersembunyi dalam genggaman tangan mereka. Is it true?

 *****

“Oke sayang, Gue ngawas dulu. Good luck for your guy” goda Diana sambil mengedipkan matanya. Sial! Aku hanya terdiam menyaksikan kepergian mereka. Tinggal lah aku bersama sebuah ruangan yang sepi. Suara sayup-sayup televisi masih terdengar dengan jelas. Ku lihat Esa sama sekali tak merubah posisi duduknya. Ia masih asik melihat tayangan dalam televisi. Tak ada siapapun dalam ruangan ini, mungkin ini saat yang tepat untuk mencari tahu drama macam apa yang telah berlangsung saat ini. Ku pandang wajahnya lekat. Menarik nafas sekuat-kuatnya untuk menetralisir detak jantung ku yang mulai tak karuan. “Satu dua tiga ..” bisik ku dalam hati.

“Sssaaaa...” ucap ku gemetar. Tapi ia sama sekali tak bereaksi apa ia tak mendengar? Gak mungkin ! ruangan ini terlalu sepi untuk tidak bisa mendengar suara yang susah payah ku keluarkan itu.

“Essss..Esa!!!!” panggil ku lagi. Kali ini ia menoleh ke arah ku. Lagi dan lagi tatapan dinginnya menyudutkan ku. Aku tercekat, semua pertanyaan yang mengantri keluar dalam kerongkongan ku lari begitu saja.

 “Lo kenapa sih?” tanya ku setelah mengobrak-abrik tumpukan kosa kata cadangan dalam otak ku. Ia masih menatap ku aneh. Seperti melihat seorang pantonim yang make up-nya luntur karena keringat di tengah pertunjukan. Atau menyaksikan stand up comedy yang isinya cuma sampah.

“Kenapa lo diemin gue?” tanya ku lagi. Meski jantung ku masih berdetak kian kencang. Tapi kegugupan ku itu kalah dengan semua rasa ingin tahu ku.

“Emang gue pikirin!!!!” jawabnya seketika. Wajahnya mengeras, pandangannya terpaku pada bayang-bayang dalam televisi. Sial !!! laki-laki ini benar-benar mengibarkan bendera perang. Bahkan aku sudah berbesar hati untuk bertanya duluan akan kekakuan ini. Tapi dia?

“Heuhhh..” ku tinggalkan ruangan itu. Penuh dengan emosi, Kampret !!!!

*****

Aku lelah menjadi malam. Malam kelam yang terkoyak oleh luka lebam. Aku hanya ingin menjadi awan yang membawa kantung kehidupan. Tapi kenyataannya bukan malam atau awan tapi aku hanyalah aku. Yah, hidup selalu menuntut untuk lebih banyak berbuat dari pada menghayal dan berharap. Dan sungguh kali ini aku merasakan dua sudut yang berlawan arah semakin meruncing. Logika ku menuntut untuk menghapus semua kenangan tentangnya. Dia hanya seorang laki-laki angkuh yang bersembunyi di balik kenyataan, dan harus dilupakan! Bersamaan dengan itu aku semakin tak mengerti. Kala ku palingkan pandangan ku pada langit, awan-awan itu bergerak beriringan membentuk seulas senyumnya. Bahkan desis angin yang membelai tubuh ku pun membisikan namanya. Ada apa ini?

Aku terdiam di antara tiang penyangga jalan penghubung masjid dan kelas. Bermandikan cahaya senja yang mulai memudar dalam kegelapan. Perlahan bayang-bayang mulai muncul. Semakin lama semakin jelas membentuk bayangan hitam seseorang yang tengah berjalan dari kejauhan. Ku picingkan mata ku, aku yakin ada seseorang yang tengah berusaha melewati jembatan tepat di atas anak kali ciliwung. Bayang-bayang itu terhenti  tepat di tengah jembatan, menatap ku yang pula tengah memperhatikan tingkahnya. Siapa itu? tanda tanya mulai memenuhi benak ku. Apa yang ia kerjakan, apa yang ia tunggu dan cari di tengah jembatan itu.

Hingga cahaya senja tenggelam, bayang itu masih terdiam. Ku langkahkan kaki ku, ku putuskan untuk kembali ke kamar dan bersiap untuk sholat magrib berjamaah. Tak lama, ku hentikan langkah ku. Bayangan itu mulai bergerak. Semakin dekat. Aku persembunyi di balik tembok kelas. Sementara santri yang lain mulai berdatangan untuk sholat. Bayangan itu, sudah tak ada di sana. Hanya seorang pria yang tengah berjalan. Membuat ku terjebak dalam satu kenyataan yang beku dalam tanya.

*****

Malam ini, pikiran ku masih di gelayuti tanda tanya besar. Tentang seseorang dalam bayang-bayang senja yang timbul tenggelam. Menatap ku, seolah memberi jawaban atas tanda tanya yang kini bertengger di dalam benak ku.

Hingga tak ku sadari aula pertemuan sudah dipenuhi oleh para santri kelas akhir. Malam ini Ustad Hamdi akan memberi pengarahan tentang ujian yang tiga hari lagi akan kami hadapi. Yaitu teaching practice, ujian mengajar atau menjadi guru dalam kelas.

Dalam ujian kali ini kelas akhir dibagi menjadi dua kelompok. Yaitu kelompok bahasa arab dan bahasa inggris. Setiap orang diwajibkan mengajar dengan menggunakan bahasa sesuai kelompok mereka. Aku termasuk kedalam kelompok bahasa inggris. Entah mengapa aku selalu dimasukan dalam kelompok bahasa inggris, padahal kemampuan ku berbahasa inggris masih jauh dari kata baik. Tapi tak mengapa setidaknya aku tak harus bersusah payah, mengingat bahasa arab adalah bahasa tersulit di dunia. Namun, ada kebimbangan dalam hati ku. Esa Rajawali, nama itu terselip di antara daftar nama-nama yang termasuk dalam kelompok bahasa inggris.

“Selamat malam anak-anak” sapa Ustad hamdi dalam bahasa inggris dengan logatnya yang khas. Yah, Ustad Hamdi adalah satu-satunya Ustad berdarah Betawi di penjara suci ini. Sama seperti ku,  betawi mengalir kental dalam darah ku. Jadi, bisa dibilang Ustad Hamdi itu memiliki logat yang “Bengis” atau Betawi -  Inggris. 

“Selamat malam” jawab seluruh santri kelas akhir serempak dalam Bahasa Inggris dengan logat sunda yang sangat kental. Meski keseharian kami berbicara dengan menggunakan bahasa resmi. Tapi sunda dan logatnya itu seperti mendarah daging yang sulit untuk dihilangkan.

“Apa kalian sudah tau kelompok kalian masing-masing?” tanya ustad hamdi kemudian. Entah mengapa logat bicaranya selalu membuat ku tergelitik.

“Sudah Ustad” jawab kami serempak.

“Kalau begitu, silahkan duduk sesuai kelompok kalian. Untuk Bahasa Arab dengan Ustad Syahidin dan Bahasa Inggris dengan saya di sini” jelasnya lagi. Tak banyak yang mengubah duduknya. Begitupun yang tetap pada posisinya, wajah-wajah yang sudah tak asing lagi dalam kelompok bahasa inggris.

Hening mendominasi begitu sebagian santri kelas akhir pergi menghampiri Ustad pembimbing di kelompok bahasa arab. Tak ada seorang pun yang berani bermain api dengan Ustad Hamdi. Selain karena kekuasaannya yang menjabat sebagai bagian pengajaran pusat, pun karena Ustad Hamdi adalah seorang yang kejam. Tak akan segan-segan menghukum siapapun yang bersalah.

“Saya yakin kalian sudah tau bagaimana peraturan dalam ujian kali ini” ucapnya membubarkan hening. Pandangan ku teralih padanya. Agar aku tak ketinggalan setiap kosa kata yang ia ucapkan. Mengerti ucapan “bengis” nya adalah pekerjaan yang tidak mudah.

“Sekarang buka buku kalian, saya bagikan bab yang akan menjadi materi kalian” jelasnya. Segera ku buka buku yang sudah lama ku genggam. Buku bahasa inggris dengan sampul biru yang bertuliskan “Go Ahead” di depannya.

“Simak baik-baik,”

“Fifi Rizky Awaliyah..” ucap Ustad Hamdi lagi. Aku tercekat, merapihkan posisi duduk ku seketika. Ustad Hamdi tampak bingung, membolak-balik helai demi helai kertas dalam buku yang di genggamnya.

“Kamu bab 4” katanya lagi. Ku hempaskan nafas ku, lega.

“Dan kamu Esa Rajawali juga bab 4”

Apa? aku? Dan Esa?

“Maaf Ustad”  aku spontan. Bagaimana mungkin dalam satu bab terdapat dua orang. Terlebih dengan pria angkuh bernama Esa Rawajali.

“Ya, jadi untuk kali ini kalian dapat mengerjakan satu bab itu bersama. Tapi ingat, saat praktek tetap sendiri dengan cara kalian masing-masing”

Aku terdiam. Enggak! Ini bagai musibah terburuk yang ku alami setelah buku harian ku. Semua orang bersorak sorai karena mereka dapat membagi tugas dalam membuat rencana belajar. Itu artinya meringankan beban mereka. Sementara aku? Ku lirik pria itu. Ia sama sekali tak bergeming, hanya menatap buku di hadapannya. Oke! Itu artinya aku bekerja sendirian.

*****

Hari pertama menjelang ujian, semua santri kelas sibuk mencari bahan di perpustakaan atau terpaku di depan komputer untuk mengetik bahan mereka. Kecuali satu, aku. Yah aku, hanya terdiam di jalan penghubung antara kelas dan majid, sambil memikirkan bagaimana ujian dua hari mendatang. Buku panduan dan pelajaran ku biarkan tergeletak begitu saja.

Ingin sekali rasanya ku hentikan setiap detik jarum jam. Biar ku ubah apapun yang bisa ku lakukan untuk memperbaiki keadaan. Aku bagai disudutkan oleh ketidakadilan. Ahhh Esaaa, lagi-lagi pria itu membayangi ku. Pergilah!  Pria itu tak pernah jera membuat ku jengkel. Bahkan kali ini pun ia tetap bungkam. Aku memang sudah berniat untuk mengerjakan ujian ini sendirian. Tapi aku tak bisa membohongi diri ku, bahwa jauh di sudut kecil hati ku aku mengharapkan kehadiran pria itu untuk meminta kerjasama ku dalam tugas ini.

“Lagi apa?” tanya Diana. Ia membawa secangkir teh hangat dan kue kering buatan ibunya. Segera ku raih cangkir itu, dan menyerudupnya beberapa kali.

“Nunggu” jawab ku singkat, begitu teh hangatnya sudah mulai terkuras habis.

“Nunggu siapa?” tanya Diana lagi sambil merebut cangkirnya dalam genggaman ku. Aku terdiam, tentu saja aku menunggu senja. Siapa lagi?

“Pangeran Senja” jawab ku tak bergeming. Menatap dalam cahaya matahari yang mulai tenggelam di balik padatnya rumah penduduk.

“Siapa pangeran senja?” tanya Diana. Ia tampak sibuk mengunyah  kue kering dalam mulutnya. Esa..entah mengapa satu kata itu selalu mengganggu konsentrasi ku. Bahkan indahnya senja sore ini tak bisa membuat ku melupakan nama itu. Arrgghh..

“Esa?” tanya Diana lagi. Aku terkesiap. Ku lirik Diana, tak ada apapun di sana. Air mukanya tetap datar.

“Cinta emang sulit dimengerti” ucap Diana lagi.

“Cinta?” aku bingung. Cinta selalu berhasil membuat ku memaksa otak untuk bekerja lebih keras. Ada apa dengan cinta?

“Iyah, baru akan terasa saat orang yang dicintai telah pergi” tambah Diana. Aku masih tak mengerti, kembali ku palingkan pandangan ku pada senja.

“Katakan!”

“Dian ngomong apasih?” aku semakin bingung, semua ucapannya menyudutkan ku pada hal yang aku sendiri tak mengerti.

“ Esa kan?”

“Hah? Esa?”

“Ya, lo jatuh cinta dan Esa lah orang yang sukses buat lo jatuh cinta” jelas Diana. Kali ini ia menatap ku dalam. Seketika detak jantung ku bergerak tak menentu.

“Oke fix!” ucap Diana lagi mulai melangkahkan kakinya.

“Dian tunggu!” ia menghentikan langkahnya, tanpa menoleh sedikit pun. Aku hanya menatapnya nanar. Ku rasa butiran air sudah berkumpul di pelupuk mata ku.

“Gue gak ngerti, gue bingung, laki-laki angkuh itu selalu punya cara untuk ngejebak gue dalam badai yang gue gak tau di mana jalan keluarnya” jelas ku. Air mata sudah berlarian di atas pipi ku.

“Esa...” ucap Diana parau. Ia memeluk ku erat. Entah apa yang ada dalam kepalanya. Tapi, aku merasa ada sedikit kekuatan yang menguatkan dalam pelukannya. Bagi ku Esa bagaikan petir, dan Aku adalah rating tua di puncak pohon. Jangankan sambaran petir, bahkan angin pun dapat menjatuhkan ku.

*****

Fifi Rizky Awaliyah..

Panggil Ustad Hamdi dari balik pintu kelas 9A, wajahnya mengeras. Memandang keras absensi di hadapannya. Setelah berdo’a ku langkahkan kaki ku memasuki kelas. Ruang kelas yang lumayan besar itu terasa sangat sempit bagi ku. Sesak, tak ada udara. Aku benci ruang tertutup yang dipenuhi banyak orang. Tak hanya Ustad Hamdi, beberapa kelas akhir dalam kelompok bahasa inggris pun sudah berdiri di balik bangku para santri kelas 9A. Begitupun dengan Esa, iyah Esa Rajawali tengah berdiri di sudut kelas sambil menatap ku datar.

Sejenak, waktu bagai berlalu sangat lambat. Aku kehilangan dokumen dalam otak ku yang menerangkan hal pertama yang harus ku lakukan ketika tiba di kelas. Ku sadari semua mata menusuk ku, menunggu apapun yang akan ku lakukan. Hingga akhirnya aku terjaga, aku harus segera mengakhiri sesak ini. masih di belenggu gugup, aku berjalan menuju withboard dan memulainya dengan salam.

“Good Morning Every body” sapa ku, sontak santri kelas 9A pun rempak menjawab. Materi demi materi, kata demi kata sudah ku sampaikan.

 

 

Rangkuman Debat Pertama Capres 2024

Anies Baswedan Visi dan Misi 1.        Menempatakan hukum sebagai rujukan utama untuk memastikan hadirnya rasa keadilan memberikan keber...