Wednesday 2 April 2014

Tak ada yang "ABADI"

Pagi ini ada hal yang membuat otak saya tak pula berhenti untuk berpikir. Yaitu seorang nenek yang tua renta berseragam "jantung sehat" yang tengah duduk di sisi lain sebuah bank. Wajahnya begitu bahagia, tapi sorot matanya menggambarkan betapa renta dan sepi hidupnya. Ku hampiri nenek itu, ku lihat ia menggenggam secarik kertas formulir multiguna. Ia terus menatap teller sambil menyimak dengan seksama. 
"Nek, mau setor yah?" tanya ku pada nenek itu. Seketika ia segera menoleh ke arah ku. Dilemparkannya senyum teriring baris kerutan di pipinya.
"Iya nak," jawabnya. Kemudian ia kembali menatap teller.
"Ada yang bisa saya bantu nek?" tanya ku lagi. Entah mengapa aku begitu ingin membantunya. Aku tak kuasa melihat seorang nenek yang tua renta tengah menunggu antrian panjang di bank. 
"nenek mau setor, tapi suara orang itu (teller) sangat kecil. Takut kelewat nak" jawabnya seraya memperlihatkan secarik kertas yang di genggamnya.
"Nenek dapat antrian nomor berapa?" tanya ku lagi. Ternyata nenek tua renta itu sudah berkurang pendengarannya. Dan ia tengah berusaha untuk menyimak agar tidak terlewat dari antrian.
"Seratus dua puluh delapan nak" jawabnya sambil menyerahkan kartu antrian itu pada ku. Waduh..!!! aku tercekat, angka yang tertera di atas antrian itu sangat berbeda dengan yang nenek itu ucapkan. Di sana hanya tertulis angka 25. Tak ku sangka, aku mulai berkaca-kaca. Membayangkan hal yang akan terjadi bila aku tak bertanya dan tak ada seorang pun yang peduli pada nenek itu. Karena sesungguhnya jumlah antrian dalam bank ini hanya sampai lima puluh dan terus berputar. Bisa jadi nenek ini hanya menunggu seharian dari kursi tunggu. 
"Mari sini nek, biar saya bantu untuk menyimak"
"Terima kasih nak"

"Maaf nek, mengapa nenek datang sendiri? di mana suami nenek?" tanya ku lagi, untuk mengusir kebisuan di antara kami.
"Dia sedang beristirahat nak"
"Owh..tapi kan ini masih terlalu pagi untuk istirahat nek" 
"Dia sedang beristirahat di pangkuan tuhan nak" jawabnya. Aku terenyuh, ku palingkan wajah ku pada wajahnya yang rapuh. Matanya berkaca-kaca, bibirnya bergetar. Ada kerinduan di sana, dan aku tau itu.
"Maaf nek," tanpa sadar aku merangkulnya. Ingin sekali rasanya meringkankan rasa itu.
"Gak apa-apa nak, kita hidup di dunia memang untuk kembali pada -Nya. Nenek pun sudah tak sabar ingin bertemu dia. Satu-satunya orang yang pernah membuat nenek merasakan cinta" jelasnya. Terdengar begitu tegar, aku tak menyangka akan mendapat jawaban seperti ini. Dan tiba-tiba aku teringat pada satu-satunya laki-laki yang selama ini membuat ku jatuh cinta. Pangeran senja, dan kini ia telah pergi. Bukan ke pangkuan tuhan tapi ke pangkuan wanita lain.
"Satu-satunya yang berharga buat nenek saat ini itu cuma anak dan cucu" jelasnya lagi.
"Lalu di mana mereka nek? mengapa mereka membiarkan nenek sendirian di sini?" tanya ku heran dengan seorang anak yang membiarkan ibunya yang sudah tua renta pergi ke bank sendirian.
"Anak nenek sedang sibuk, cucu pun begitu. Nenek masih bisa sendiri nak gak mau merepotkan orang lain"
"Ya ampun nek..." kata-kata ku tertahan. Tak kuasa untuk melanjutkan kalimat yang ingin ku ucapkan selanjutnya. Begitukah? 

Tiba-tiba aku teringat pada ayah dan ibu ku. Meski belum tua renta, usia tetap bertambah dengan pasti. Dan aku bertekad tak akan membiarkan mereka sendirian. Aku mencintai mereka, menyangi mereka lebih dari apapun. Tanpa sadar air mata ku mulai menetes, lagi dan lagi wajah ayah dan ibu ku memenuhi memori ku. Dan aku pun membayangkan keadaan ku lima puluh atau tiga puluh tahun kemudian. Renta, tua, dan sendirian. Karena begitulah hakikat kehidupan. 

Heumm...
Nyesel rasanya suka ngelawan, nyesel kadang suka sebel. Padahal umur cuma Allah yang tahu. Mama ... Apa.. maafin vie yahh.. vie sayang kalian :*

Tak lama teller memanggil no antrian 25. Segera ku antarkan nenek ke depan meja teller. Sambil tak henti-henti berdo'a untuk keselamatan dan kebahagiaannya.

No comments:

Rangkuman Debat Pertama Capres 2024

Anies Baswedan Visi dan Misi 1.        Menempatakan hukum sebagai rujukan utama untuk memastikan hadirnya rasa keadilan memberikan keber...