Thursday 4 July 2019

Apa penyesalan terbesar dalam hidup mu?




anoname : Apa penyesalan terbesar dalam hidup mu?
Me : One thing, aku menghabiskan waktu ku dengan tidak menghargai orang-orang terpenting
  dalam hidup ku.
anoname : Ohya? Mengapa demikian?
Me   : ……………….. (aku hanya terdiam, perlahan pipi mulai terasa hangat oleh bulir air mata)
anoname : Iam so Sorry (Pria itu mengusap pipi ku lembut)
Me : Thank you,

Seketika aku teringat pada seorang pria. aku mengenalnya sebagai orang yang pemarah. Yap, betul. He is my grand father. The best grand father ever. Babah (kakek) selalu marah ketika aku terjatuh dan memiliki luka-luka kecil. Babah selalu marah kalau tau aku pergi tanpa ijin. Babah selalu marah kalau tau aku nginep di rumah temen. Babah selalu marah tau aku pergi maen jauh. Bahkan babah juga marah kalau aku sakit atau ada musibah seperti tabrakan. Makanya aku yang kadang dengan penuh kesadaran punya sifat keras. Suka bilang ke mama “Mam jangan sampe babah tau ya, nanti babah marah”. Kalau diajak ngobrol juga selalu dengan nada keras, bukan teriak atau bentak Cuma intonasinya aja yang keras. Sampe sudah diusia ini pun babah tetep marah. Heran. Padahal kan aku bukan anak kecil lagi.

Beberapa tahun belakangan aku sadar babah sudah mulai lanjut usia, badannya tidak sekekar dulu, tatapannya tidak tajam lagi, dan ngobrol pun kadang suka salah sebut nama cucu (maklum babah punya cucu dan cicit lusinan). Yang saya gak habis pikir adalah meski babah sudah lanjut usia. Tapi babah tetep gak mau tinggal diam di rumah. Dia tetep ngojek, wara-wiri mengantar penumpang dengan motor bebek kesayangannya. Penghasilannya gak seberapa, apalagi sekarang sudah ada ojek online dimana-mana. Babah Cuma gak mau tinggal diam. Kadang suka papasan di jalan dan bikin hati sangat terenyuh. Melihat babah bonceng penumpang yang bawel. Sedih rasanya, cucu macam apa aku ini? Masa sih gak mampu biayai seorang kakek dan nenek sampe mereka harus mencari nafkah di usia senja? Apalagi pas di sapa babah juga gak ngeh kalau yang sapa ini cucunya. Ya Allah, betapa berdosa diri ini. Setelah diobrolin sama mama berkali-kali babah tetep gak mau berenti ngojek.

Hingga akhirnya, satu tahun lalu babah mengidap penyakit paru-paru akibat dari kebiasaan  merokok babah. Aku tak tau persis apa nama penyakitnya. Yang jelas mama bercerita bahwa babah sesak nafas, lebih dari astma sulit nafasnya, dan paru-paru babah sudah mewarna hitam. Babah dirawat sekitar 2 minggu waktu itu. Mama, bapak, nde epa, stand by di rumah sakit. Kami para cucupun bergantian menjenguk. Tapi, hanya aku dari begitu banyak hari hanya dua kali datang. Pertama kali datang aku bersama calon suami, babah senang. Tapi tetap tak boleh banyak bicara. Di sela-sela nafasnya yang tersengal-sengal babah bilang “Pipi kapan nikah?” aku tertegun menjatuhkan pandangan ku pada seorang pria idaman yang tengah sibuk memotong melon. Lalu ku tatap babah dalam “Doain Ipi ya bah, semoga dimudahkan”.  Alhamdulillah babah sudah melewati masa-masa kritis dan dokter mengijinkan babah pulang. Sejak saat itu babah tak pernah lepas dari obat. Setiap sesak nafas rawat, sesak – rawat. Begitu seterusnya.



Ditengah perjuangan babah bersama paru-parunya yang mulai rapuh. Mama menangis terisak pada ku. Katanya semalam babah bilang “Mar, Si Ipi suruh cepet nikah. Babah pengen liat Pipi nikah. Takut udah gak kuat kalo lama-lama” lalu aku jawab “Mam doakan ya, mama taukan jodoh itu rejeki. Nanti kalau sudah rejeki Ipi juga akan dimudahkan sama Allah. Ipi juga lagi berjuang. Minta doanya ya mam”. Hal ini membuat ku memutuskan untuk tidak terlalu sering bertemu dengan babah. Maksudnya adalah agar babah tidak ingat dengan ku dan dibebankan oleh pikiran “Kapan Ipi nikah?” toh cucu dan cicitnya ada banyak dan lebih membahagiakan. Aku hanya kerap berkunjung saat babah lagi terlelap dalam tidur atau melihat dari kejauhan.

Alhamdulillah, babah terlihat jauh lebih sehat. Pipinya mulai chubby, perutnya mulai buncit. Dan ini adalah babah tergemuk yang pernah aku kenal. Makannya mulai lahap, meski masih sangat terbatas dengan gerak.

Empat hari yang lalu, sekitar pukul 01.00 WIB aku mendengar seorang pria teriak dari kamar ku. Aku yakin itu babah, tapi ada apa? Setelah pergulatan sengit ku dalam kepala ku, ku putuskan untuk menuggu dan apabila ada teriakan lagi aku akan segera datang ke rumah babah yang gak jauh dari rumah ku. Berdempetan malah. Tapi karena tidak ada suara itu aku lantas tertidur.

Keesokan harinya, babah kembali sesak nafas. Mama dan ende epa bergegas untuk membawa ke RS Anna di Pekayon. Aku baru saja tiba saat itu, ku putuskan untuk istirahat baru setelah itu menyusul ke RS. Siang itu ada berita bahwa Oyot midin (kerabat, bertetangga) telah menghembuskan nafas terakhirnya. Aku bergegas kesana, setelah takziyah aku kembali ke rumah untuk beberes. Sayang sekali mata ku sulit sekali di tegakkan hingga aku tertidur dan baru bangun kembali pukul 22.30 WIB.  Setelah ku tanyakan pada mama, mama bilang besok pagi saja aku menyusul kesana. Karena khawatir bila aku bekendara sendirian malam itu. Akhirnya ku urungkan niat ku untuk menyusul ke RS.

03 Juli 2019, pukul 03.00 dini hari. Ada telp di saluran telp, “Pi ipi.. babah udah gak ada neng” begitu sebaris kalimat yang ku dengar dan tak lama telepone genggam ku terjatuh. Ada pula pesan whatsapp dari mama untuk segera memberi tahu saudara yang lain dan mempersiapkan tempat tidur, tikar, kain untuk menyambut kedatangan babah. Apakah ini mimpi? Bahhhh…babah… teriak ku dalam hati begitu melihat jahat yang terbujur kaku di hadapan ku. Sudah tak dapat ku hitung berapa banyak air mata yang keluar saat itu. Rasanya semua itu sudah percuma, sesal tinggal lah sesal.

Aku terakhir bertemu babah beberapa minggu lalu, saat mak topik asik mengambil buah jambu di depan rumah. Dan babah duduk di teras sambil memandang ku. Saat itu babah memanggil ku dan aku menghampirinya. Aku mencium tangannya, lalu pergi. Sempat ku dengar mak topik bergumam “cepet amat si piiii, udah pegi aja” tapi aku tetap berlalu.  

Terakhir saat melihat babah tersenyum adalah saat lebaran 6 Juni 19 lalu, keluarga besar berkumpul. Kami sempat berphoto bersama namun babah tak ikut karena sesak mulai mengganggunya.

Hingga dan terakhir meraba pipinya adalah sesaat babah sebelum dikafani. Maafkan cucu mu ini bah…
Terlalu sibuk sama dunia..
Gak berbakti sama sekali..
Maafin ipi bahhh..
Ipi nyesel jarang jengukin babah meski Ipi adalah cucu paling deket rumahnya…
Ipi nyesel gak pernah bikin babah bahagia..
Sampe babah pengen liat Ipi nikah aja masih belum kesampean bah…
Maapin ipi,…
Ipi tau ini terlambat, kata sesal gak akan balikin semuanya..

Apalagi mama sama mak topik cerita menjelang ajal pun, babah masi pengen ketemu sama cucunya yang kucrut ini. padahal babah pengen ketemu untuk terakhir kalinya tapi masih gak dateng si pipi ya Allah.. maapin Ipi bah -,-

Tapi andai Allah ngasi kesempatan buat Ipi berbakti sama babah, Ipi bakal lakuin apapun yang bikin babah bahagia..
Maapin Ipi bah :’-(


Jangan pernah sia-siakan orang yang kita sayangi,
Jangan tunggu hari esok untuk bahagiain mereka,
Jangan tunggu nanti untuk menunjukan betapa mereka begitu berarti,
Karena bila waktu sudah pergi..
Sesal tak akan mengembalikannya lagi,

babah waktu anter Ipi Wisuda


Salam.
Fifi Rizky Awaliyah






Rangkuman Debat Pertama Capres 2024

Anies Baswedan Visi dan Misi 1.        Menempatakan hukum sebagai rujukan utama untuk memastikan hadirnya rasa keadilan memberikan keber...