Monday 11 August 2014

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) dan PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG MEWAH (PPnBM)


·         Pengertian
Adalah pajak atas konsumsi barang kena pajak dan atau jasa kena pajak di dalam daerah pabean oleh orang pribadi.
·         Objek PPN (pasal 4 uu PPN)
1.       Penyerahan barang kena pajak di dalam derah pabean oleh pengusaha
2.     Penyerahan jasa kena pajakdi dalam derah pabean oleh pengusaha
3.     Ekspor barang kena pajakberwujud oleh pengusaha kena pajak
4.     Ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak
5.     Ekspor Jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak
6.     Impor barang kena pajak oleh orang pribadi atau badan
7.      Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
8.     Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
·         Pelaporan Usaha Untuk Dikukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha yang melakukan :
1.       Penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau penyerahan jasa kena pajak (JKP) di dalam daerah pabean dan/atau melakukan ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor jasa kena pajak, dan/atau ekspor barang kena pajak tidak berwujud.
2.     Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, wajib melaporkan usahanya pada kantor pelayanan pajak setempat untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang terutang.
·         Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha kena pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang pajak pertambahan nilai barang dan jasa penjualan atas barang mewah.
·         Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan barang kena pajak (BKP) dan atau jasa kena pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, kecuali apabila pengusaha kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, maka undang-undang PPN dan PPnBM berlaku sepenuhnya bagi pengusaha kecil tersebut. Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 1.300.000.000,-
·         Barang dan Jasa yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak, sehingga dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam pasal 4A undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan uu nomor 42 tahun 2009.

a)    Jenis Barang Yang Tidak Dikenai PPN
1.  Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Meliputi :
ü Minyak mentah;
ü Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
ü Panas bumi;
ü Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar, garam batu, grafit, granit/andesit, gips, kalsit, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir, dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat, talk, tanah serap, tanah diatome, tawas, tras, yarosif, zeolit, basal, dan traktit;
ü Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; dan
ü Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bauksit.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, meliputi :
ü Beras;
ü Gabah;
ü Jagung;
ü Sagu;
ü Kedelai;
ü Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
ü Gading, yaitu daging segar tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas, atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
ü Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk terlur yang dibersihkan, diasinkan atau dikemas;
ü Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas dan tidak dikemas;
ü Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang melalui proses cuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
ü Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
3.  Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga dan katering.
4. Uang, emas batangan dan surat berharga.
b)    Jenis Jasa Yang Tidak Dikenai PPN
1.       Jasa Pelayanan Kesehatan Medis, meliputi :
ü Jasa dokter umum, dokter specialis, dan dokter gigi;
ü Jasa dokter hewan;
ü Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
ü Jasa kebidanan dan dukun bayi;
ü Jasa paramedis dan perawat;
ü Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium;
ü Jasa spikolog dan psikiater; dan
ü Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan paranormal.
2.     Jasa Pelayanan Sosial, meliputi :
ü Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
ü Jasa pemadam kebakaran;
ü Jasa pemberi pertolongan pada kecelakaan;
ü Jasa lembaga rehabilitasi;
ü Jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk kematorium; dan
ü Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial.
3.     Jasa pengiriman surat dengan perangko, meliputi jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel.
4.     Jasa keuangan, meliputi :
ü Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
ü Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, atau sarana lainnya;
ü Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah, berupa : sewa guna usaha dengan hak opsi, anjak piutang, usaha kartu kredit; dan/atau pembiayaan konsumen.
ü Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syari’ah dan fidusia; dan
ü Jasa peminjaman.
5.     Jasa asuransi
6.     Jasa keagamaan, meliputi : jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan jasa lainnya di bidang keagamaan.
7.      Jasa pendidikan
8.     Jasa kesenian dan hiburan
9.     Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan .
10.   Jasa angkutan umum
11.     Jasa tenaga kerja, meliputi : jasa tenaga kerja, jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja tersebut, jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.
12.    Jasa perhotelan
13.    Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
14.    Jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengguna kepada penguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.
15.    Jasa telpon umum.
16.    Jasa pengiriman uang dengan wesel.
17.    Jasa boga atau katering.
·         Tarif Pajak dan Cara Menghitung PPN & PPnBM
a)    Cara Menghitung PPN & PPnBM
PPN dan PPNBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
b)    Tarif PPN & PPnBM
1.       Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).
2.     Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
ü Ekspor barang kena pajak (BKP) berwujud;
ü Ekspor BKP tidak berwujud; dan
ü Ekspor jasa kena pajak.
3.     Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.
4.     Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0% (nol persen)
c)    Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Dasar pengenaan pajak adalah dasar yang digunakan untuk menghitung pajak yang terutang, berupa : jumlah harga jual, pengantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan peraturan menteri keuangan.
·         Contoh dan  Cara Menghitung PPN & PPnBM
1.       Diketahui     : PKP “A” menjual tunai barang kena pajak dengan harga jual Rp 25.000.000,-
Ditanyakan  : PPN terutang?
Jawab         : PPN = 10% x Rp 25.000.000,-
                             = Rp 2.500.000,-
Jadi, PPN sebesar Rp 2.500.000,- tersebut merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh Pengusaha kena pajak  “A”
2.     Diketahui     : PKP “B” melakukan penyerahan jasa kena pajak dengan memperoleh nilai penggantian sebesar  Rp 20.000.000,-
Ditanyakan  : PPN terutang?
Jawab         : PPN = 10% x Rp 20.000.000,-
                             = Rp 2.000.000,-
Jadi, PPN sebesar Rp 2.000.000,- tersebut merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh pengusaha kena pajak “B”
3.     Diketahui     : Seseorang mengimpor barang kena pajak dari luar daerah pabean dengan Nilai Impor sebesar   Rp 15.000.000,-
Ditanyakan  : PPN yang dipungut melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai ?
Jawab         : PPN = 10% x Rp 15.000.000,-
                             = Rp 1.500.000,-
4.     Diketahui     :PKP “D” mengimpor barang kena pajak yang tergolong mewah dengan nilai impor sebesar            Rp 5.000.000,- BKP yang tergolong mewah tersebut dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Perhitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor BKP yang tergolong mewah tersebut adalah :
DPP              = Rp 5.000.000,-
PPN              = 10% x Rp 5.000.000,-
                    = Rp 500.000,-
PPnBM         = 20% x Rp 5.000.000,-
                    = Rp 1.000.000,-
Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%.
Oleh karena PPnBM yang dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp 1000.000,- dapat ditambah ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka perhitungan PPN dan PPnBM yang terutang adalah :
DPP              = Rp 50.000.000,-
PPN              = 10% x Rp 50.000.000,-
                    = Rp 5.000.000,-
PPnBM         = 35% x Rp 50.000.000,-
                    = Rp 17.500.000,-
Pajak sebesar Rp 500.000,- yang dibayar pada saat impor adalah pajak masukan PKP “D” dan PPN sebesar     Rp 5.000.000,- merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp 1.000.000,- tidak dapat dikreditkan. Begitupun dengan PPnBM sebesar Rp 17.500.000,- tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.
·         Yang Wajib Membayar/Menyetor dan Melapor PPN & PPnBM
a)     Pengusaha Kena Pajak (PKP)
b)     Pemungut PPN/PPnBM, adalah :
-          Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
-          Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah
-          Direktorat Jendral Bea dan Cukai
·         Yang Wajib Disetor
a)     Oleh PKP adalah :
-          PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran. Yang disetor adalah selisih pajak masukan dan pajak keluaran, bila masukan lebih kecil dari pajak keluaran.
-          PPnBM yang dipungut oleh PKP pabrikan BKP yang tergolong mewah.
-          PPN/PPnBM yang ditetapkan oleh direktorat jendral pajak dalam surat ketentuan pajak kurang bayar (SKPKB), surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT), dan surat tagihan pajak (STP).
b)     Oleh pemungut PPN/PPnBM adalah PPN/PPnBM yang dipungut oleh pemungut PPn/PPnBM.
·         Tempat Pembayaran/Penyetoran Pajak
a)     Kantor Pos dan Giro
b)     Bank Persepsi
·         Saat Pembayaran/Penyetoran PPN & PPnBM
a)     PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PNN disampaikan.
b)     PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT dan STP tersebut.
c)     PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen impor.
d)     PPN/PPnBM yang pungutannya dilakukan oleh:
-          Bendahara pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
-          Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang pemungutan PPN/PPnBM atas impor, harus disetor dalam jangka waktu 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
-          PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum surat perintah pengeluaran barang (D.O) ditebus.
·         Saat Pelaporan PPN/PPnBM
a)     PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Berakhir.
b)     PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
c)     PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan :
-          Bendahara pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Berakhir.
-          Direktorat jenderal Bea dan Cukai atas impor, harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
d)     Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh PKP. Harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
·         Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak
a)     Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir sutar setoran pajak (SSP) yang tersedia di KPP dan Kantor pelayanan penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP) di seluruh  Indonesia.
b)     SSP menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/PPnBM yang disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam daftar nominatif wajib pajak (DNWP) yang dibuat oleh; bank penerima pembayaran. Kantor pos, dan Giro, atau kantor direktorat jenderal bea dan cukai penerima setoran.
·          


No comments:

Rangkuman Debat Pertama Capres 2024

Anies Baswedan Visi dan Misi 1.        Menempatakan hukum sebagai rujukan utama untuk memastikan hadirnya rasa keadilan memberikan keber...