·
Pengertian
Adalah pajak atas konsumsi barang
kena pajak dan atau jasa kena pajak di dalam daerah pabean oleh orang pribadi.
·
Objek PPN (pasal 4 uu PPN)
1. Penyerahan barang kena pajak di
dalam derah pabean oleh pengusaha
2. Penyerahan jasa kena pajakdi dalam
derah pabean oleh pengusaha
3. Ekspor barang kena pajakberwujud oleh
pengusaha kena pajak
4. Ekspor barang kena pajak tidak
berwujud oleh pengusaha kena pajak
5. Ekspor Jasa kena pajak oleh
pengusaha kena pajak
6. Impor barang kena pajak oleh orang
pribadi atau badan
7. Pemanfaatan barang kena pajak
tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
8. Pemanfaatan jasa kena pajak dari
luar daerah pabean di dalam daerah pabean
·
Pelaporan Usaha Untuk Dikukuhkan
Sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha yang melakukan :
1. Penyerahan barang kena pajak (BKP)
dan/atau penyerahan jasa kena pajak (JKP) di dalam daerah pabean dan/atau
melakukan ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor jasa kena pajak, dan/atau
ekspor barang kena pajak tidak berwujud.
2. Pengusaha kecil yang memilih
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, wajib melaporkan usahanya pada kantor
pelayanan pajak setempat untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dan
wajib memungut, menyetor dan melaporkan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak
penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang terutang.
·
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha kena pajak (PKP) adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa
kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang pajak pertambahan nilai
barang dan jasa penjualan atas barang mewah.
·
Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil dibebaskan dari
kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan barang kena pajak (BKP) dan
atau jasa kena pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, kecuali apabila pengusaha kecil
memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, maka undang-undang PPN
dan PPnBM berlaku sepenuhnya bagi pengusaha kecil tersebut. Pengusaha kecil
adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 1.300.000.000,-
·
Barang dan Jasa yang Tidak Dikenai
Pajak Pertambahan Nilai
Pada dasarnya semua barang dan
jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak, sehingga dikenai Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana
ditetapkan dalam pasal 4A undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang pajak
pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan uu nomor 42 tahun 2009.
a)
Jenis Barang Yang Tidak Dikenai
PPN
1. Barang hasil pertambangan atau
hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Meliputi :
ü
Minyak
mentah;
ü
Gas
bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh
masyarakat;
ü
Panas
bumi;
ü
Asbes,
batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata,
bentonit, dolomit, felspar, garam batu, grafit, granit/andesit, gips, kalsit,
leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir, dan kerikil,
pasir kuarsa, perlit, fosfat, talk, tanah serap, tanah diatome, tawas, tras,
yarosif, zeolit, basal, dan traktit;
ü
Batu
bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; dan
ü
Bijih
besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta
bauksit.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang
sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, meliputi :
ü
Beras;
ü
Gabah;
ü
Jagung;
ü
Sagu;
ü
Kedelai;
ü
Garam,
baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
ü
Gading,
yaitu daging segar tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih,
dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas, atau tidak dikemas,
digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
ü
Telur,
yaitu telur yang tidak diolah, termasuk terlur yang dibersihkan, diasinkan atau
dikemas;
ü
Susu,
yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan,
tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas dan tidak
dikemas;
ü
Buah-buahan,
yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang melalui proses cuci, disortasi,
dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
ü
Sayur-sayuran,
yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada
suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran,
rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan
oleh usaha jasa boga dan katering.
4. Uang, emas batangan dan surat
berharga.
b)
Jenis Jasa Yang Tidak Dikenai PPN
1. Jasa Pelayanan Kesehatan Medis,
meliputi :
ü
Jasa
dokter umum, dokter specialis, dan dokter gigi;
ü
Jasa
dokter hewan;
ü
Jasa
ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
ü
Jasa
kebidanan dan dukun bayi;
ü
Jasa
paramedis dan perawat;
ü
Jasa
rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan
sanatorium;
ü
Jasa
spikolog dan psikiater; dan
ü
Jasa
pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan paranormal.
2. Jasa Pelayanan Sosial, meliputi :
ü
Jasa
pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
ü
Jasa
pemadam kebakaran;
ü
Jasa
pemberi pertolongan pada kecelakaan;
ü
Jasa
lembaga rehabilitasi;
ü
Jasa
penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk kematorium; dan
ü
Jasa
di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial.
3. Jasa pengiriman surat dengan
perangko, meliputi jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel dan
menggunakan cara lain pengganti perangko tempel.
4. Jasa keuangan, meliputi :
ü
Jasa
menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
ü
Jasa
menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, atau sarana
lainnya;
ü
Jasa
pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah, berupa : sewa
guna usaha dengan hak opsi, anjak piutang, usaha kartu kredit; dan/atau
pembiayaan konsumen.
ü
Jasa
penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syari’ah dan fidusia;
dan
ü
Jasa
peminjaman.
5. Jasa asuransi
6. Jasa keagamaan, meliputi : jasa
pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa
penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan jasa lainnya di bidang keagamaan.
7. Jasa pendidikan
8. Jasa kesenian dan hiburan
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat
iklan .
10. Jasa angkutan umum
11. Jasa tenaga kerja, meliputi : jasa
tenaga kerja, jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang penyedia tenaga kerja
tidak bertanggung jawab atas hasil kerja tersebut, jasa penyelenggaraan latihan
bagi tenaga kerja.
12. Jasa perhotelan
13. Jasa yang disediakan pemerintah
dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
14. Jasa penyediaan tempat parkir yang
dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengguna kepada penguna tempat
parkir dengan dipungut bayaran.
15. Jasa telpon umum.
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel.
17. Jasa boga atau katering.
·
Tarif Pajak dan Cara Menghitung
PPN & PPnBM
a)
Cara Menghitung PPN & PPnBM
PPN
dan PPNBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
b)
Tarif PPN & PPnBM
1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh
persen).
2. Tarif PPN sebesar 0% (nol persen)
diterapkan atas:
ü
Ekspor
barang kena pajak (BKP) berwujud;
ü
Ekspor
BKP tidak berwujud; dan
ü
Ekspor
jasa kena pajak.
3. Tarif PPnBM adalah paling rendah
10% dan paling tinggi 200%.
4. Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang
tergolong mewah adalah 0% (nol persen)
c)
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Dasar
pengenaan pajak adalah dasar yang digunakan untuk menghitung pajak yang
terutang, berupa : jumlah harga jual, pengantian, nilai impor, nilai ekspor,
atau nilai lain yang ditetapkan dengan peraturan menteri keuangan.
·
Contoh dan Cara Menghitung PPN & PPnBM
1. Diketahui : PKP “A” menjual tunai barang kena pajak dengan harga jual Rp
25.000.000,-
Ditanyakan : PPN terutang?
Jawab : PPN = 10% x Rp 25.000.000,-
= Rp 2.500.000,-
Jadi,
PPN sebesar Rp 2.500.000,- tersebut merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha kena pajak “A”
2. Diketahui : PKP “B” melakukan penyerahan jasa kena pajak dengan memperoleh
nilai penggantian sebesar Rp
20.000.000,-
Ditanyakan : PPN terutang?
Jawab : PPN = 10% x Rp 20.000.000,-
= Rp 2.000.000,-
Jadi,
PPN sebesar Rp 2.000.000,- tersebut merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh
pengusaha kena pajak “B”
3. Diketahui : Seseorang mengimpor barang kena pajak dari luar daerah pabean dengan
Nilai Impor sebesar Rp 15.000.000,-
Ditanyakan : PPN yang dipungut melalui Direktorat Jendral
Bea dan Cukai ?
Jawab : PPN = 10% x Rp 15.000.000,-
= Rp 1.500.000,-
4. Diketahui :PKP “D” mengimpor barang kena pajak yang tergolong mewah dengan
nilai impor sebesar Rp
5.000.000,- BKP yang tergolong mewah tersebut dikenai PPnBM misalnya dengan
tarif 20%.
Perhitungan
PPN dan PPnBM yang terutang atas impor BKP yang tergolong mewah tersebut adalah
:
DPP = Rp 5.000.000,-
PPN = 10% x Rp 5.000.000,-
= Rp 500.000,-
PPnBM = 20% x Rp 5.000.000,-
= Rp 1.000.000,-
Kemudian
PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP
yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%.
Oleh
karena PPnBM yang dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat
dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp 1000.000,- dapat ditambah ke dalam harga BKP
yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya
PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka perhitungan PPN dan PPnBM yang
terutang adalah :
DPP = Rp 50.000.000,-
PPN = 10% x Rp 50.000.000,-
= Rp 5.000.000,-
PPnBM = 35% x Rp 50.000.000,-
= Rp 17.500.000,-
Pajak
sebesar Rp 500.000,- yang dibayar pada saat impor adalah pajak masukan PKP “D”
dan PPN sebesar Rp 5.000.000,-
merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp 1.000.000,-
tidak dapat dikreditkan. Begitupun dengan PPnBM sebesar Rp 17.500.000,- tidak
dapat dikreditkan oleh PKP “X”.
·
Yang Wajib Membayar/Menyetor dan
Melapor PPN & PPnBM
a) Pengusaha Kena Pajak (PKP)
b) Pemungut PPN/PPnBM, adalah :
-
Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara
-
Bendahara
Pemerintah Pusat dan Daerah
-
Direktorat
Jendral Bea dan Cukai
·
Yang Wajib Disetor
a) Oleh PKP adalah :
-
PPN
yang dihitung sendiri melalui pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran.
Yang disetor adalah selisih pajak masukan dan pajak keluaran, bila masukan
lebih kecil dari pajak keluaran.
-
PPnBM
yang dipungut oleh PKP pabrikan BKP yang tergolong mewah.
-
PPN/PPnBM
yang ditetapkan oleh direktorat jendral pajak dalam surat ketentuan pajak
kurang bayar (SKPKB), surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT), dan
surat tagihan pajak (STP).
b) Oleh pemungut PPN/PPnBM adalah
PPN/PPnBM yang dipungut oleh pemungut PPn/PPnBM.
·
Tempat Pembayaran/Penyetoran Pajak
a) Kantor Pos dan Giro
b) Bank Persepsi
·
Saat Pembayaran/Penyetoran PPN
& PPnBM
a) PPN dan PPnBM yang dihitung
sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PNN disampaikan.
b) PPN dan PPnBM yang tercantum dalam
SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum
dalam SKPKB, SKPKBT dan STP tersebut.
c) PPN/PPnBM atas Impor, harus
dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea
Masuk ditunda/dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen impor.
d) PPN/PPnBM yang pungutannya
dilakukan oleh:
-
Bendahara
pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
-
Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yang pemungutan PPN/PPnBM atas impor, harus disetor
dalam jangka waktu 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
-
PPN
dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus
dilunasi sendiri oleh PKP sebelum surat perintah pengeluaran barang (D.O)
ditebus.
·
Saat Pelaporan PPN/PPnBM
a) PPN dan PPnBM yang dihitung
sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP
setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Berakhir.
b) PPN dan PPnBM yang tercantum dalam
SKPKB, SKPKBT dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang
menerbitkan.
c) PPN dan PPnBM yang pemungutannya
dilakukan :
-
Bendahara
pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa
Pajak Berakhir.
-
Direktorat
jenderal Bea dan Cukai atas impor, harus dilaporkan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir.
d) Untuk penyerahan tepung terigu
oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh PKP. Harus dilaporkan
dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
·
Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak
a) Untuk membayar/menyetor PPN dan
PPnBM digunakan formulir sutar setoran pajak (SSP) yang tersedia di KPP dan
Kantor pelayanan penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia.
b) SSP menjadi lengkap dan sah bila
jumlah PPN/PPnBM yang disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam
daftar nominatif wajib pajak (DNWP) yang dibuat oleh; bank penerima pembayaran.
Kantor pos, dan Giro, atau kantor direktorat jenderal bea dan cukai penerima
setoran.
·
No comments:
Post a Comment