Monday 5 May 2014

Dilabrak Artis..

Dilabrak Artis,

Nama ku Kia, Di sudut sarang semut ku, aku terdiam menikmati senja dengan semangkuk bakso yang baru saja dibelikan oleh bibi ku.

Hari ini tak seperti biasanya, selain karena berkumpulnya keluarga besar dari ayah ku pun karena aku mendapat berita yang sangat membahagiakan. Yaitu teman dekat ku yang akan segera melangsungkan pernikahannya tahun ini. Tepatnya tanggal 22 juni 2014. Tanpa sadar aku telah bekaca-kaca karena bahagia. Satu orang lagi teman ku telah menyempurnakan imannya. Dengan menikah yang mengubah segala yang haram menjadi amal ibadah dan melipat gandakan pahalanya. Hingga malam tiba aku tetap haru biru, ku sebarkan berita bahagia itu keseluruh teman ku. Hingga akhirnya aku larut dalam tidur ku.

Drrrrtttt....ddddrrrrrrrttttttt.................

Aku terjaga karena getaran handphone tepat di punggung ku. handphone yang tak sengaja tertindih oleh ku itu membuat ku terbangun. Dengan penuh rasa malas aku menyingkirkannya dari punggung ku. Ada satu pesan begitu aku melirik layarnya. Masih dengan berjuta rasa malas itu aku membuka pesan itu.

DEG !!!!

 Jantung ku berdetak kian cepat. Pesan itu? ada apa ini? apakah ini nyata? Kembali ku baca berkali-kali. Sampai aku mengerti dan memahami bahwa semua ini bukan mimpi. Tapi pesan itu berasal dari nomor “Madya”. Aku tak percaya bila ia mengirim pesan seperti itu pada ku. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku semakin panik. Tubuh ku gemertar, wajah ku mulai memarah panas. Aku bangkit dari tidur ku mencari apapun yang menunjukan waktu saat ini. Dan 23.45 WIB, gak mungkin !! aku kenal baik Madya, dia sahabat ku dan tak mungkin ia mengirim pesan seperti ini pada ku. kembali ku layangkan pandangan ku pada pesan itu. Benar !!! pesan itu berasal dari nomor Madya tapi tidak dengan gaya tulisannya. 

Terus ku baca, ku ulangi satu persatu tiap huruf yang menyusun kata itu. Apa mungkin kekasihnya? Benar kekasihnya ! aku tahu tentang kepergiannya ke suatu tempat di Magelang malam ini. Dan aku tahu ia melewati Jogja, dan Jogja adalah kota di mana kekasihnya tinggal. Tapi mengapa? Apa kekasihnya tidak tahu siapa aku? Bukahkan beberapa bulan lalu Madya mengatakan bahwa kekasihnya ingin bertemu dengan ku? lalu mengapa seperti ini? Tanpa sadar air mata ku telah menjelajahi pipi ku dengan ganasnya. Aku malu, apa yang telah aku perbuat? Ini bukan soal cemburu atau cari perhatian dan sejenisnya tapi ini soal harga diri. Dengan dipenuhi emosi aku segera membalas pesan itu,

“Entah Madya atau Artis itu yang sms kaya tadi, yang jelas ente tau yang terbaik buat ente. Mulai hari ini jangan pernah cari ane lagi dan mulai detik ini no ente gak ada lagi di hp ane lagi”

Aku masih tak percaya, begitukah? Seperti itukah Madya menganggap ku? Bukan kah ia sudah tahu tentang Hp ku yang memang kerap kali membuat ku salah kirim? Tak hanya padanya, sungguh aku memang kerap salah kirim pesan pada semua teman ku. Jika memang itu mengganggu mengapa tidak mengatakannya pada ku? bukankah sudah ku jelaskan dengan gamblang. Aku semakin larut dalam kemarahan. Marah karena malu dan tak percaya akan kalimat itu. Tak lama pesan balasan sudah ku terima. Bukan mereda tapi emosi ku semakin membara. Aku marah, apa-apaan ini? aku di hina? Jelas sudah ini sebuah penghinaan yang menginjak tandas harga diri ku. Tapi rasa tak percaya terus menyelubungi kepala ku. Apakah itu Madya?
Karena tak kuasa menahan rasa penasaran, aku menghubungi via telp nomor Madya yang lain. Dan tak lama mengunggu panggilan ku sudah terjawab. Aku terdiam, menunggu suara di sebrang sana. Dan...

“Halo..”

Perempuan? Jam segini? Dari nomor Madya? Aku tak percaya. Suara itu benar-benar suara perempuan. Jadi benar malam ini Madya bersama kekasihnya yang juga artis itu. Dan benar dugaan ku bukan Madya yang mengirim pesan itu. Tapi mengapa ia tak membela aku atau sekedar menjelaskan siapa aku dan mengapa. Aku yakin kekasihnya tak mungkin bicara sekasar itu pada ku jika ia tak menceritakan sesuatu. Ada yang salah, jelas sudah salah. Tapi mengapa? Mengapa begitu? Ini bukan kali pertama aku mendengar hal-hal aneh  yang Madya ceritakan. Tentang Yolanda, tapi dulu aku lebih memilih mempercayai Madya dari semua yang dikatakan Yolanda tentang Madya. Masih diselubungi emosi, kembali ku balas pesan itu..

“Cukup tau ajah Mad ane, dan ane bukan orang goblog dan tolol yang masih punya pikiran kalau lo cowok baik-baik yang jam segini masih sama artis itu. Cari halal lewat cara Haram itu jelas salah. Dan ente tau itu”

Bagai ditampar dengan godam, sakitnya tak terkira. Bagaimana mungkin wanita itu berpikir seperti itu tentang ku. Tak lama ia kembali membalas pesan ku. Tanpa pikir panjang segera ku balas pesan itu..

“Mana yang katanya gak mau nyakitin ane lagi hah?”

Dan jadilah malam ini malam tersuram yang harus ku lalui. Aku gamang, aku kecewa, mengapa dia yang selalu ku anggap lebih baik dari siapapun seperti itu pada ku. Aku kembali teringat dua minggu lalu, malam di hari pergantiannya bertambah umur. Ia meminta maaf atas segala kebodohannya yang tak menyadari perasaan ku dan ia menyesal lalu berjanji akan lebih baik. Tapi ini? ini bukan hanya menyakiti ku. Tapi juga menginjak harga diri ku.
*****
Keesokan harinya, seperti biasa aku berangkat ke kantor. Meski gamang masih membelenggu ku tapi aku harus tetap menjalani hari ku. Dan seperti biasa selalu dunia maya yang pertama kali ku sapa. Sejak aku memutuskan untuk menjaga jarak dengan dumay itu aku hanya selalu mengintipnya tiap kali ada kesempatan di kantor. Dan lagi-lagi mata ku terpaku pada sebuah tweet. Apa-apaan ini? lagi dan lagi air mata ku kembali terjatuh. Tweet itu bagaikan sebuah pedang yang menyayat tiap senti tubuh ku. Jadi benar? Madya bercerita tentang ku dan menertawakan ku? aku tak habis pikir. Madya adalah sahabat ku, apakah semua itu sebuah kebanggaan? Apa dengan menghina dan menertawakan ku membuatnya merasa pantas untuk diperjuangkan dan bahagia?

Aku memang mencintainya, tapi aku tak pernah berusaha mengungkapkan apalagi memilikinya. Aku hanya mengurung cinta ini dalam hati ku sendiri. Bila aku mau pun sudah ku katakan sejak dulu jauh sebelum Madya mengenal artis itu. Aku semakin kecewa, tidak kah ia tahu aku bertahan selama ini hanya demi silaturahim yang sudah terjalin bertahun-tahuan? Tak jarang terpikir untuk pergi, tapi tiap kali aku ingin pergi saat itu juga aku teringat akan ukhuwah di antara aku dan Madya. Sulit untuk mencari seorang sahabat, tapi tak demikian dengan kekasih. Aku semakin membencinya. Begitukan ia? Menjatuhkan ku untuk kejayaannya? Dan lagi-lagi aku tak menyalahkan wanita itu. Aku hanya menyesalkan, apa dia tak membayangkan bagaimana hancurnya hati ku saat digilas seperti itu? sungguh aku kecewa. Padahal sebulan lalu aku sudah membela artis itu. Saat ku tahu Madya yang katanya “selingkuh” dengan teman baik ku, aku meminta dia untuk memilih. “Bila ada yang belum selesai dengan Yusi, selesaikan dulu. jangan libatkan lebih banyak orang lagi. karena ane tahu sakit hati itu gak enak” Karena aku tak ingin lebih banyak orang yang sakit hati. Terlebih artis itu orang baru dalam hidupnya.

Setelah meeting dengan client di kantor pusat The Harvest usai aku segera menuju bank BCA yang terletak di jl. Tendean. Disela waktu peristirahatan, aku mengirimkan pesan singkat untuk meredakan gamang dan amarah yang masih terpendam di benak ku. menggigil aku mengirim pesan itu, tak kuasa tapi sungguh itulah kemarahan ku.

Seharusnya sejak dulu gue pergi dari hidup lo, sesaksian Listy dan Yusi tentang apa yang lo lakuin sama mereka itu udah cukup. Benci gue sama lo. Lo jahat. Gue emang cinta sama lo tapi gue gak ngejar. Gue lebih ngehargain hubungan gue sama temen-temen dari persaan gue. Puas lo ngetawain gue? Seneng? MUNAFIK !!! semoga Allah cepet bukain pintu hidayah buat lo. Aamiin”

Kasar? Iya!!  Aku marah, belum pernah aku merasa semarah ini. Seluruh tubuhku memanas, aku kecewa. Aku tak dapat mengontrol emosi ini sungguh aku marah. Sekarang untuk apa lagi aku menutup-nutup perasaan ini? dan aku menyayangkan aku harus mengakuinya saat aku sudah mengikhlaskan dia. Tapi setelah kejadian ini, semua itu hilang. Aku membencinya lebih dari apapun.

Semua photonya, baik itu di lapti mau sendiri atau dengan yang lain ku hapus. Photo yang tertempel dibingkai pun ku bakar. Hanya satu yang harus ku lakukan, mengembalikan buku yang dapat mengingatkan ku padanya.

Aku masih tak mengerti, mengapa hingga malam ini pun aku masih tak bisa mengontrol emosi ku? mengapa aku masih begitu marah? Sungguh aku tak habis pikir. Dan begitu saja jari jemari ku kembali mengetik kata demi kata kasar yang ku kirimkan pada Madya. Tapi apa yang terjadi, ia tak membela ku. Ia menyalahkan ku, memojokan ku, lalu benar semua itu? sudah berapa lama dia mengenal ku? tidak kah ia berpikir tentang sebab musabab mengapa aku sampai semarah ini? mengapa aku sekasar ini? mengapa aku seperti ini? pernah kah aku marah padanya? ia telah dibutakan cintanya. Meski aku mengerti, sama halnya saat aku jatuh cinta padanya, semua keburukan yang orang-orang katakan tak benar bagi ku tapi aku tetap tak terima bila ia membuang ku begitu saja. Aku dihina, aku dimaki-maki kekasihnya ia tak membela ku?

Sudah cukup, segera ku hapus air mata ku. Kini telah lapang hati ku. Aku mengerti, betapa Allah telah menunjukan segalanya pada ku. Tentang siapa yang pantas, berhak untuk dicinta dan dibela. Sebelum terlampat dan semakin larut Allah telah memperingatkan ku.

“Yaudah kalau ente lebih milih dia, gak apa-apa. Mungkin emang udah saatnya ukhuwah kita berakhir. Ane pamit, Wassalamu a’laikum”

Aku yakin, seorang ikhwan yang baik tak hanya mempelajari ilmu Allah hanya sekedar untuk dipahami dan diketahui. Tapi juga diamalkan, dan mencontohkannya pada orang banyak.

Dan sebaris kalimat “Mencari yang Halal dengan cara yang Haram” sangat jauh dari kata bijak. Apakah ada cara yang benar untuk melakukan kesalahan? Coba bayangkan, ada dua tumpukan uang. Yang pertama bernilai seribu rupiah dan yang kedua seratus ribu rupiah. Nilainya memang sangat berbeda, lebih tinggi nilai yang seratus ribu rupiah. Tapi bagaimana dengan cara untuk meraihnya? Bila yang pertama itu didapatkan dengan kerja keras dan yang kedua dengan mencuri. Tentu lebih mulia yang pertama karena halalnya. Padahal hanya cara untuk mendapatkannya yang berbeda dengan hasil yang sama. Tapi sekali lagi, ini hanya dari sudut pandang ku saja. Seorang hamba yang doif dan jauh dari kata sempurna.

Tenang, aku segera mengakhiri gamang ku. Ku raih air wudhu dan menunaikan sholat isya. Hati ku tenang, aku tak lagi gamang. Meski wanita itu masih mengirim pesan yang menghina dan menertawakan ku. aku tak masalah, aku baik-baik saja. Bila aku kembali terpancing, apa bedanya aku dengan wanita itu? dan sekali lagi aku mohon maaf pada kalian atas kata-kata “Elo-gue” kasar ku.

Dan ini akan menjadi cerita menarik untuk anak-cucu ku nanti..ahahah udah kebayang bagaimana serunya aku bercerita..

“Dek dulu bunda pernah loh dilabrak Artis, keren kan? Seenggaknya walau gak punya temen yang jadi artis tapi sudah pernah merasakan labrakannya” :D *LOL*
                                                                                                                                               



                                                                                                                                                                  -KIA-

No comments:

Rangkuman Debat Pertama Capres 2024

Anies Baswedan Visi dan Misi 1.        Menempatakan hukum sebagai rujukan utama untuk memastikan hadirnya rasa keadilan memberikan keber...