Tuesday 29 January 2013

Terlalu Menyakitkan...

Semua ini berawal ketika aku hendak melangkahkan kaki ku menuju tiki terdekat untuk mengirim "dami" yang diminta mas karyono sebagai salah satu persyaratan untuk kerjasama dengan pihak gramedia. Tentu saja ku awali  langkah ku dengan bismillah . Tapi semua di luar dugaan, sangat di luar dugaan sangat di luar dugaan. Hingga akhirnya ku putuskan untuk langsung berjalan menuju kantor ku. Disana otak ku terus berputar, bagaimana caranya agar semua ini segera berakhir. Dami bisa dikirim, buku selesai, kuliyah selesai dan hidup ku pun selesai. Tapi tetap saja ku temui jalan buntu.

Hingga akhirnya ku putuskan untuk menghubungi dia, Andi Muhammad yasin sebagai jalan buntu terakhir yang ada dalam fikiran ku. Ku katakan semuanya dengan baik, ku katakan untuk memintanya mengirim "dami" itu dan alasan beserta halangan mengapa aku tidak bisa mengirim "dami'' itu sendiri. Tapi ternyata Allah pun tak mengizinkan. Andi Muhammad Yasin terlalu sibuk dengan kesibukannya hingga ia tak dapat memenuhi permintaan ku. Aku pahami hal itu, yah aku selalu mencoba untuk mengerti semua kesibukannya, rutinitasnya dan ketika hati ku mulai merasa tak berdaya aku selalu menekan hal itu. GUE BISA SENDIRI !!! yah itulah kata-kata yang selalu keluar dari otak ku. Aku gak perlu pertolongan orang lain, karena Allah lah yang mentakdirkan ku untuk selalu melakukannya sendiri. Dan Alhamdulillah "Dami" sudah dikirim. Dan terkirimnya si "dami" yang menggunakan sedikit fasilitas kantor ku ini menimbulkan masalah baru.

Belum tenang hati ini, dengan masalah baru tersebut. Aku kembali teringat akan ibu ku. Dan semakin membuat ruang udara bebas dalam otak ku menyempit. SEKETIKA !!! begitu tiba di rumah, tanpa mandi, tanpa cuci muka hanya mengambil beberapa buku aku segera berangkat kuliyah. Dalam perjalanan, aku teringat aku lupa pamitan dengan ibu ku. Tapi aku tak peduli akan hal itu, aku tak peduli. Ia terlalu sering menyakiti hati ku, walaupun ia ibu ku. Tapi aku ingin ia mengerti bahwa semua itu sungguh menyakiti hatiku. Dalam perjalanan aman, santai dan gundah gulana. yahhh..meski aku tak ingin peduli terhadap ibu ku tapi aku tak bisa berdusta bahwa aku sangat menghormatinya, menyayanginya, mencintainya melebihi apapun tapi tak sebesar cinta ku kepada RABB ku tentunya. Hingga tiba lah saat - saat mematikan itu. Si merah alias sepeda motor yang selalu mengantarku kemana pun aku pergi, ngadat. Sepertinya ban depannya bocor, karena itu aku segera menepi dan menuju bengkel terdekat untuk memperbaikinya.

Tak butuh waktu lama untuk mencari bengkel di sekitar jalan itu, mungkin karena medan yang tidak mulus dan banyaknya kendaraan yang lalu lalang. Membuat bengkel kecil menjamur di setiap sudut. Setelah berhenti total, perlahan ku buka helm ku dan ku turunkan kakiku dari sepeda motorku. Tak lama kemudian, seorang laki-laki paruh baya datang menghampiri ku.
"Ada apa mba?" tanya pria itu sopan.
"Mas, tolong di cek yah, ban motor saya sepertinya ada masalah deh.." ucap ku.
Tanpa berkata apa-apa pria itu langsung mengecek kedua ban sepeda motorku.

"Wah mba, pecah ini ban luarnya" ucap nya, nadanya sedikit mengkhawatirkan.
"Ke..kenapa mas?" tanya ku khawatir, sambil berusaha mencari dompet dalam tas tenteng kecil ku.
"Pecah mba,  nih.!" pria itu menunjukan di mana letak masalah pada ban depan motor ku.
"Astagfirullah.." aku terperangah melihat satu lubang terkoyak yang sangat besar pada ban depan motor ku.
"Ini mah harus diganti mba, ban luar dan dalamnya" ucapnya kembali.
"Oh...berapa mas kalau ganti." tanya ku kembali berusaha mencari keberadaan dompet di dalam tas. Aku masih belum panik.
"Seratus tiga puluh ribu rupiah untuk yang biasa dan seratus lima puluh lima ribu rupiah untuk yang tubles mba."
Alhamdulillah...ku elus dada ku tenang, uang ku masih cukup. Dan bisa mengganti ban itu segera.

Selang beberapa detik kemudian, jantung ku berdetak semakin cepat, hati ku panik kembali. "Dimana dompet ku????" teriak hati ku tak menentu. Mencari, menggeledah, menelusuri tas kecil ku untuk mencari si dompet. Perlahan air mata ku mulai terjatuh. Panik, aku tak mengerti harus bagaimana. Dompet ku tak ada di tempat, dan yang lebih mengecewakan adalah aku tak membawa uang simpanan, atm pun ada di dalam dompet ku itu. Yang ku miliki hanya handphone blackberry butut ku ini. Dengan sangat panik dialiri keringat dingin,aku menekan beberapa nomor yang sangat terekam dalam kepala ku. Yah..no ibu ku, dan panggilan ku gagal. Handphone ku tak berpulsa sama sekali, "apa yang harus aku lakukan ya Rabb" hiks :'(

Aku terdiam, dengan berat hati ku tundukan wajah ku. Pria itu kembali menghampiri ku "Gimana mbak?" ucapnya. Hadoehh....apa yang harus ku katakan. Apakah jujur bahwa saat itu aku tak membawa uang sama sekali dan berharap kebiakan hatinya memberika jasa secara gratis. Atau ku tinggalkan motorku dan aku berjalan kaki menuju kampus yang hanya tinggal beberapa kilo meter lagi? Ya Allah......saya mohon ampun, dosa apakah yang ku perbuat hingga kau menegurku kian dahsyat??? huhuhuhuhuuuuu...

Perlahan ku angkat wajah ku, ku hapus butir air mata yang masih menempel di pipi ku dan berkata "Mas, Saya khawatir terlambat ke kelas bila mengganti keduanya. Kampus saya sudah deket ko. Insya Allah nanti setelah itu saya kembali lagi." ku gigit bibir ku pelan. Aku tak mungkin kembali lagi, uang pun tak ada. Huhuhuuu...dengan sangat hati-hati ku kendarai si merah menuju kampus berharap teman-teman dekat ku dapat menolong ku.

Setibanya di kampus, hujan mulai turun. Pak Yurnal dosen hukum bisnis sudah berada di dalam kelas ku. Beliau sangat membenci keterlambatan, dan kali ini aku tengah terlambat. Gemetar kaki ku memasuki ruang kelas, syukurnya keterlambatan ku belum melampaui batas. Beliau hanya sempat berdehem sambil melirik tajam ke arah ku. Alhamdulillah ya Allah :)

Ku luaskan pandangan ku, ku cari di mana letak teman-teman dekat ku. Tak ada satupun, dalam ruang kelas ini tak ada satupun yang ku kenal. Ya Rabb, lalu bagaimana nasib ku nanti, hiks hiks hiks

Dalam kegalauan ku yang tak tau bagaimana cara harus pulang, aku mengirimkan pesan singkat melalui BBM pada sahabat ku. Andi Muhammad Yasin, sebelumnya memang sudah ku katakan bahwa aku terkena musibah walaupun memberi tahu itu setelah pertimbangan yang matang. Karena aku tak ingin membuatnya khawatir. Tak lama berselang, ia menelpon ku. Aku terkejut, aku masih dalam ruang kelas. Dan pak Yurnal bukan orang yang pengerian, ku angkat telpon itu dengan suara yang sangat pelan. Menyadari hal itu, dia langsung memutus telpon ku. Aku tak masalah, aku tak ingin mengganggunya. Ia membutuhkan konsentrasi untuk acara yang akan ia selenggarakan besok. Pelatihan Pengembang Pengusaha Muda ke-5 Jakarta oleh Apernas. Aku tak boleh mengganggunya dan membuatnya khawatir.

Lalu? apa yang bisa ku lakukan ya Allah?
Uang tak ada, Pulsa habis, hiks..hiks..
Kelas berlalu, dan aku sama sekali tak mengerti dengan apa yang pak Yurnal katakan. Aku terlalu galau memikirkan bagaimana cara ku untuk pulang. huhuhuhuuuu..
Seandainya ku minta tolong yasin untuk memberi tahu ibuku tentang keadaan sekarangpun. Bukan jawaban yang tepat !! yah..ibu ku sama sekali tak tau di mana kampus ku berada. Beliau hanya tahu aku kuliyah di Universitas Pancasila di daerah jakarta selatan. Tak tau lagi, memberi tahunya akan hal ini hanya akan membuat beliau panik. Dan ku urungkan niat ku. Mungkin memang sudah takdirku untuk merasakan perjalanan panjang ditegah gelapnya malam dengan kedua kaki ku. OKE..ku putuskan untuk berjalan, ku tuntun sepeda motor ku perlahan :'(

Dalam perjalanan, yasin tetap menemani ku via BBM. Ia terus melayangkan pertanyaan yang memojokan ku. Ia menyalahkan sikap ku yang tak mau meminta pertolongan pada mereka yang tidak ku kenal. Ngerti please.....aku bukan orang yang seberani itu meminjam uang pada mereka yang tidak ku kenal :'(, dan lagi-lagi yasin tetap menyelahkan ku menghujat ku. Aku mengerti ia mengkhawatirkan ku dan tak berdaya untuk berbuat apapun untuk menolongku. Tapi jangan segetonya juga kali. Semua kalimatnya semakin membuat ku sedih. Ku putuskan untuk tidak menjawab BBM nya dan terus berjalan.

Untungnya hujan telah reda, aku tak perlu hujan-hujanan untuk kembali ke rumah.
Tak terbayang akan sampai kapan di rumah. Jaksel ke jatiasih itu bukan perjalanan yang singkat. Sangat jauh, perjalannya pun  melalui jalan2 besar yang sulit untuk ku lalui bila harus berjalan kaki. Karena itu kuputuskan untuk mengendarinya ketika di lampu merah. Dan mendorongnya kembali saat lampu merah telah berlalu. Ya Allah baru jalan sedikir saja badan ku sudah terasa copot semua, ditambah lagi harus mendorong motor yang beratnya pake banget. huhuhuhuu
Sungguh aku sama sekali tak bisa menahan linangan air mataku, menyadari betapa tak berdayanya diriku. Sendirian, Kesepian, dan ada yang mau menolong. Saat itu semakin terasa kesendirian ku, mungkin akan berbeda bila aku mempunyai seorang suami. Apapun kesibukannya pasti akan datang untuk menolong ku. Tapi apa daya aku adalah jombloers sejati. Dan lagi-lagi aku merasa keadaan kian memaksa dan menyiksa ku. Ya Allah.....teriak ku.

Selang beberapa jam, handphone ku kembali berbunyi, yasin kembali menanyakan keberadaan ku. Ku ucapkan dengan tenang, dan aku gambarkan bahwa aku baik-baik saja. Aku tak ingin ia bertambah khawatir. Dan jawabannya sungguh di luar dugaan ku.  Ia malah memaki ku dengan tuduhan bahwa semua ini adalah salah ku. OKE..ini salah gue yang ceroboh. PUAS LO?
Semakin liar lah air mataku terjun membasahi pipi ku. Bahkan sahabatku pun terus menyalahkan ku. Huhuhuhuhuhuhuuu...aku benar-benar sendiri.

11.35 tiba juga aku di rumah ku, ku dorong motorku masuk. Dan dengan segera ku bersihkan wajah ku dan tidur. Karena kebetulan aku sedang tidak sholat. Berharap semua keletihan dan  semua sendi yang terpisah-pisah akan menjadi satu kembali esok pagi.

Keesokan harinya, ku langkah kan kakiku menuju kantor.
Setibanya di kantor, hujan lebat. Pada awalnya aku memang berniat untuk mengambil laptop kerja ku saja di rumah bigbos. Tapi hujan langsung turun, ku putuskan untuk pergi kerumah dengan jarak tempuh lima menit untuk mengambil dompet ku yang tertinggal. Setelah itu ku tuju pom bensin untuk membeli bensin. Antrinya naudzubillah, hujan turun semakin deras. maka ku putuskan untuk menunggu hujan reda sambil mengantri bensin di sana. hingga tiba kembali di kantor pukul 12.00 WIB dan ku tancap gas motor itu langsung menuju kediaman big bos Endah Widiyanti.

Setibanya aku disana, dia tak menghiraukan ku. Nafasnya naik turun begitu cepat seolah tengah memburu sesuatu tapi aku yakin ia tengah berusaha meredam emosinya. Aku terdiam sejenak, ia mulai menatap ku. HAMBAR !!
"Dari mana aja kamu?" ucapnya tanpa senyum sama sekali.
"Dari luar bu," jawab ku sekenanya.
"Kata Muri, kamu bilngnya ke rumah saya? tapi jam segini baru sampe. Hujan-hujan pula. Kamu tau kan masuk kantor jam berapa? mau mu itu apa FIIIIII?" umpatnya, dengan sengaja memberi penekanan pada kata "FII" yang ditujukan pada ku. Iyalah itu nama ku
"Beli Bensin."
"Ujan-ujan? itu bukan tugas kamu. itu tuigas muri!!!! (bla bla bla)" omelnya.
oke, sebenarnya aku pun merasakan salah disini, tapi...
ah sudah lah..

Intinya hari itu, aku hanya tak mengucapkan izin untuk pergi ke kampus dan mencium tangan ibu ku yang biasa ku lakukan. Allah langsung menegurku kian dahsyat.
dompet ketinggalan, hp tak berpulsa, sahabat sibuk, temen2 pada gak masuk, keesokan harinya, kejebak ujan, diomelin pula ... innalillahi badan ajjah belom kelar sakitnya udah ditambah sakit hati sama omelan endah widiyanti yang sama sekali gak pake bumbu perasaan.. hiks...hiks...
Astagfirullah wa a'tubu ilaih..la ui'du li marrotan saniah ya Allah ...


No comments:

Rangkuman Debat Pertama Capres 2024

Anies Baswedan Visi dan Misi 1.        Menempatakan hukum sebagai rujukan utama untuk memastikan hadirnya rasa keadilan memberikan keber...