Thursday 21 August 2014

MK tolak seluruh gugatan Prabowo-Hatta

Majelis Hakim Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan menolak seluruh gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden yang diajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Penolakan gugatan tersebut dibacakan, Kamis (21/08/2014) pukul 20.45 WIB setelah bersidang selama hampir tujuh jam lamanya.
Sidang putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (21/08/2014). (KOMPAS)
Sidang putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (21/08/2014). (KOMPAS)
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan putusan di Gedung MK, Kamis (21/08/2014) malam sebagaimana dilansir Kompas.
diketahui, sidang tersebut dimulai pukul 14.30 WIB dan putusan itu dibacakan pukul 20.45 WIB.
Dalam permohonannya, tim kuasa hukum Prabowo-Hatta menerangkan pendapatnya, bahwa penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilpres 2014 tidak sah menurut hukum. Alasannya, perolehan suara pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dinilai diperoleh melalui cara-cara yang melawan hukum atau disertai dengan tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh KPU.
Tim kuasa hukum Prabowo-Hatta bahkan sempat beberapa kali memperbaiki permohonannya. Dalam perbaikan permohonan setebal 197 halaman yang diserahkan Kamis (07/08/2014) siang, tim kuasa hukum Prabowo-Hatta mendalilkan bahwa Pilpres 2014 cacat hukum dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah perbedaan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) faktual sebagaimana hasil rekapitulasi KPU pada 22 Juli 2014 dengan SK KPU No 477/Kpts/KPU/13 Juni 2014.
Selain itu, Prabowo-Hatta juga menduga KPU beserta jajarannya melanggar peraturan perundang-undangan terkait pilpres. Di antaranya, UU Nomor 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, UU Nomor 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, Peraturan KPU Nomor 5, Nomor 18, Nomor 19, dan Nomor 20, serta Peraturan KPU Nomor 21/2014 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil Serta Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.
Prabowo-Hatta meminta MK menyatakan batal dan tidak sah keputusan KPU Nomor 535/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 yang menetapkan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
Selanjutnya, Prabowo-Hatta juga meminta MK menyatakan perolehan suara yang benar adalah yang dicantumkan dalam berkas gugatan, yakni pasangan Prabowo-Hatta dengan 67.139.153 suara dan pasangan Jokowi-JK dengan 66.435.124 suara.
Dalam persidangan, tim kuasa hukum Prabowo-Hatta berusaha menghadirkan saksi fakta untuk membuktikan adanya kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif di sejumlah daerah di Indonesia. Kecurangan tersebut berkaitan dengan jumlah daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) yang dianggap inkonstitusional, adanya pemilih ganda, dan gagalnya KPU menyelenggarakan pemungutan suara di sejumlah titik di Papua.
Meski demikian, tim kuasa hukum KPU berusaha menepis tudingan itu dengan menghadirkan saksi yang domisilinya disesuaikan dengan keterangan saksi Prabowo-Hatta. Sementara tim kuasa hukum Jokowi-JK juga turut menghadirkan saksi yang memperkuat argumentasi KPU.
Persidangan itu sendiri dimulai pada 6-21 Agustus 2014. Sebelum memutuskan, Majelis Hakim Konstitusi telah memeriksa puluhan saksi yang dihadirkan semua pihak, belasan ahli yang dihadirkan semua pihak, pemeriksaan bukti, dan menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) secara tertutup.
Pertimbangan putusan MK
Dalam pertimbangan putusan, Mahkamah menyatakan tidak ada bukti yang dapat meyakinkan klaim Prabowo-Hatta bahwa mereka menang dengan 67.139.153 suara, sementara Jokowi-JK hanya mendapatkan 66.435.124 suara. Menurut Mahkamah, saksi yang telah dihadirkan tidak mampu menunjukkan kebenaran hitung-hitungan Prabowo-Hatta itu.
“Dengan demikian menurut mahkamah, secara hukum dalil pemohon tidak beralasan,” kata Hakim Konstitusi, Anwar sebagaimana dikutip Merdeka.
Soal Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) yang dipersoalkan pemohon Prabowo-Hatta, Mahkamah justru menilai menghapusnya sama dengan melanggar konstitusi.
“DPKTb itu adalah hak yang dijamin konstitusi UU dan konsesi internasional, sehingga penghapusan itu pelanggaran,” kata Hakim Ahmad Fadlil Sumadi.
Mahkamah juga menyatakan dalil gugatan Pasangan Prabowo-Hatta soal pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) tidak terbukti. Menurut MK pemilihan suara ulang (PSU) yang didesak pemohon akan sia-sia.
“Mahkamah tidak menemukan adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM),” kata Hakim MK Arief Hidayat.

No comments:

Rangkuman Debat Pertama Capres 2024

Anies Baswedan Visi dan Misi 1.        Menempatakan hukum sebagai rujukan utama untuk memastikan hadirnya rasa keadilan memberikan keber...